Ancaman Resesi Dunia dan Upaya Mengatasinya

Masyita
Oleh Masyita Crystallin
13 April 2020, 10:33
Masyita
Ilustrator: Joshua Siringo ringo | Katadata
Ilustrasi digital

Pekan lalu, Direktur Pelaksana Dana Moneter International (International Monetary Fund / IMF) Kristalina Georgieva menyebutkan, ekonomi dunia tahun ini akan mengalami resesi akibat pandemi virus Corona atau Covid-19. Kondisinya lebih buruk dibandingkan depresi besar yang pernah melanda dunia sebelumnya yakni the great depression tahun 1930. Seperti apa gambaran resesi tersebut?

Resesi adalah masa ketika output perekonomian dan pendapatan riil masyarakat turun disertai meningkatnya tingkat pengangguran. Dalam teori business cycle, kita mengenal adanya periode ekspansi – resesi – pemulihan.

Biasanya dibutuhkan jeda waktu yang cukup signifikan untuk menentukan, apakah suatu periode sudah masuk ekspansi, akhir ekspansi, atau resesi. Sebagai contoh, Amerika Serikat membutuhkan waktu satu tahun untuk menyatakan ekonominya sudah masuk tahap resesi pada tahun 2008.

Usai krisis 2008, Amerika mengikut L-shaped recovery, karena perekonomian baru kembali seperti periode pra-krisis setelah 4 tahun.

(Baca juga: G20 Bakal Suntik Dana Rp 80.000 Triliun Redam Dampak Corona)

Namun, jumlah pengangguran saat ini di Amerika jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2008. Dalam seminggu terdapat 3 juta klaim pengangguran. Ini bahkan lebih tinggi dibanding peningkatan pengangguran dalam 1 minggu selama the great depression tahun 1930.

Sebelum IMF mengumumkan resesi tersebut, sebetulnya sudah banyak lembaga dan pelaku pasar yang mengkhawatirkan kondisi ini akan atau bahkan sudah terjadi. Tekanan terhadap perekonomian negara-negara sudah sangat terasa. Bahkan, lebih 80 negara sudah mengajukan permintaan untuk mendapatkan emergency aid dari IMF.

Negara yang tergolong ke dalam Low Income Countries (LICs) membutuhkan dana talangan untuk pengampunan atau penundaan pembayaran utang, karena akses ke pasar keuangan lebih terbatas, atau bisa meminjam tapi dengan imbal hasil yang sangat tinggi.

Karena itu, dalam situasi terjadinya kekurangan likuiditas dolar AS di seluruh dunia, negara-negara seperti LICs dan juga negara berkembang akan semakin sulit menarik masuknya aliran dolar. Kalau pun dapat menarik aliran modal masuk, tentu dengan imbal hasil yang lebih tinggi, karena situasi pasar finansial global yang sedang nervous.

Lalu, berapa lama resesi ini akan bertahan? Setidaknya ada tiga tipe recovery: V-shaped (cepat), atau U dan L-shaped (lebih lambat). Melihat perkembangan pandemi Covid-19 di berbagai negara, proses pemulihan sepertinya akan lebih mengarah pada U atau L-shaped.

IMF sendiri, memperkirakan pemulihan secara gradual tahun depan, dengan asumsi bahwa kecepatan penyebaran mulai berkurang di paruh kedua 2020. Tentu saja, Kristalina menggarisbawahi bahwa banyak risiko seputar asumsi ini.

(Baca juga: RI Termasuk 3 Negara G20 yang Diramal Ekonominya Masih Tumbuh Positif)

Yang paling krusial adalah seberapa jauh negara-negara di dunia dapat secara bersama mengurangi penyebaran wabah dengan kombinasi karantina wilayah, physical distancing serta tracing ODP dan rapid testing. Keseriusan semua negara sangat diperlukan, agar badai ini cepat berlalu.

Halaman:
Masyita
Masyita Crystallin
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi; Sherpa Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...