Transformasi Mantan Perambah Menjadi Pengelola Hutan

Arie Mega Prastiwi
Oleh Arie Mega Prastiwi - Tim Riset dan Publikasi
18 Desember 2020, 16:15
perhutanan sosial
123rf.com

“Mohon maaf, suara saya hilang-hilang, maklum, ini di hutan, sekeliling kebun karet,” kata Gunawan, Ketua Gabungan Kelompok Tani  Hutan (Gapoktan) Karya Sialang Makmur, dalam sambungan daring dengan tim riset Katadata.

 Sesekali dia menyalakan kamera saat bercerita tentang Gapoktan yang dipimpinnya. Terlihat latar belakang pohon karet di kejauhan.  Bincang-bincang jarak jauh ia lakukan di Desa Seberuk Blok D, Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

 Adapun, pohon-pohon karet itu merupakan usaha kelompok tani  dari hasil program Perhutanan Sosial lewat skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Perlu waktu panjang bagi Gunawan dan para petani lainnya untuk memperoleh izin. Awalnya, pria asal Banyuwangi Jawa Timur tersebut salah satu dari perambah hutan di kawasan Hutan Terusan Sialang seluas 8.000 hektare (ha) itu.

Harga Karet Sumatera Selatan Menurun
 (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

“Mulanya 1998-1999, saat reformasi, saya dengar banyak bukaan. Kami berduyun-duyun membuka tebang lahan,” katanya. Belakangan, dia baru tahu bahwa hutan itu milik negara. Dia dan para pembuka lahan lainnya pun dicap sebagai perambah. Alhasil, gesekan antar-perambah sangat tinggi lantaran tiada legalitas pengelolaan. 

Pun dengan perambah lainnya yang baru menyusul kemudian. Adanya tumpang tindih di kawasan hutan yang oleh Belanda disebut Register 10 itu kerap mengakibatkan konflik.

Register 10 awalnya diberikan pemerintah kepada Inhutani. Dari target 1.000 ha, perusahaan itu hanya sanggup menanami karet seluas 305 ha. Maka tatkala masyakarat mulai merambah hutan pada 1998, mereka mengikuti langkah Inhutani dengan menanam pohon karet.

“Rambahan masyarakat meluas dan Inhutani kalah,” kata Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah V Lempuing-Mesuji Dinas Kehutanan Sumatera Selatan, Susilo Hartono, seperti dikutip dari Koran Tempo.

Akibat dari tumpang tindih dan sejumlah konflik, Gunawan mengatakan, masyarakat berinisiatif mengajukan izin ke pemda setempat. Prosesnya dimulai sejak 2002. Baru pada Maret 2009, Bupati Ogan Komering Ilir mengajukan permohonan pecadangan kawasan hutan  produksi Terusan Sialang menjadi area pencadangan kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Lalu, izin HTR dikantongi pada 2012 dan para pemegang izin sejak 2017 secara rutin menyetorkan kewajiban membayar provisi sumber daya hutan (PSDH).

“Dengan mengantongi izin dan menyetorkan PSDH, kami punya perlindungan secara hukum, pemanfaatan hutan resmi dan kami pun tenang berusaha,” kata Gunawan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...