Sinergi Kelola Hutan untuk Masa Depan Berkelanjutan

Arie Mega Prastiwi
Oleh Arie Mega Prastiwi - Tim Riset dan Publikasi
23 Desember 2020, 14:23
perhutanan sosial
123rf.com

Jam menunjukkan pukul 08.00. Dengan sepeda motor, Agus Guntoro bersiap berangkat ke kebunnya yang berada di Taman Hutan Raykat (Tahura) Wan Abdul Rahman, Lampung. Jaraknya dekat, hanya 2 km. Akan tetapi bisa ditempuh sekitar 1 jam, lantaran medan perjalanan menuju kebunnya yang sulit berupa tanah dan hanya selebar 70 cm.

“Kalau lagi sering hujan, bisa licin. Maka dari itu, kemarin kami baru saja mengecor pakai semen, biar tidak terlalu licin,” kata Agus dalam perbincangan telepon dengan tim Riset Katadata (22/12).

Itulah hari-hari Agus Guntara,  ketua Kelompok Perhutanan Sosial (KUPS) Sistem Hutan Kemasyarakatan (SHK)  Lestari. Ia mengayomi 21 Kelompok Tani Hutan (KTH) Desa Hanura, Kabupaten Pesawaran, Lampung.

Adapun Tahura Wan Abdul Rahman Register 19 memiliki luas 22.449 hektare (ha). SHK Lestari hanya mengelola 1.000 ha. Namun, cuma 883 ha yang bisa dikelola, sisanya 117 ha merupakan kawasan konservasi.

Di kawasan konservasi seperti  bantaran sungai dan kimiringan harus benar-benar dijaga oleh para petani hutan. Menurut Direktur Eksekutif Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, daerah konservasi ditanami bambu untuk mencegah longsor.

“Menjaga kawasan konservasi komitmen pemegang izin perhutanan sosial skema kemitraan konservasi,” kata Irfan kepada tim riset Katadata (22/12).

Perjuangan SKH Lestari tidak sebentar. Berliku-liku kelompok tani itu untuk mendapatkan izin mengelola hutan. Sembari menunggu hingga mendapatkan izin,  kelompok tani tersebut menggarap lahan sehingga menghasilkan dan bermanfaat bagi mereka.

Adapun komoditas yang dihasilkan beragam. Ada kemiri, cengkeh, pohon buah-buahan seperti duren dan duku, hingga kakao dan kopi. Belakangan, para petani tak takut menghadapi masa panceklik, karena usaha yang mereka lakukan agroforestry, yakni usaha tani yang mengkombinasikan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan baik ekonomi maupun lingkungan.

Dulu, September sampai November, hampir sebagian petani mencari pekerjaan keluar karena paceklik, tapi sekarang tak ada karena kami punya tanaman kebun lainnya,” kata Agus.

SHK Lestari merupakan salah satu contoh implementasi Perhutanan Sosial di lapangan.  Kelompok itu mampu mengolah hutan lestari sekaligus memberi keuntungan bagi anggotanya.

Berangkat dari Nawacita yang diusung oleh Presiden Jokow Widodo, Perhutanan Sosial bertujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dengan tetap menjaga kelestarian hutan.  Adapun hingga 2024 mendatang, target perhutanan sosial 12,7 juta ha. Akhir Desember 2020 ditargetkan realisasi yang telah didistribusikan seluas 4,7 juta ha. Ada 8 juta ha perlu didistribusikan hingga empat tahun ke depan.

Terkait dengan program Perhutanan Sosial yang dinilai mensejahterakan warga sekitar hutan sekitar, Katadata Insight Centre (KIC) menggelar survei pada 2020. Survei dilakukan dalam rangka melihat dampak program ini terhadap kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS). Adapun kegiatan  dilakukan terhadap 103 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial.   Total responden 210 dengan rincian terdiri atas 103 Ketua Kelompok atau pengurus inti lainnya, sisanya anggota.

Dalam survei ditemukan mayoritas responden merasakan peningkatan jumlah pendapatan keluarga setelah bergabung dengan kelompok usaha. Hampir separuh responden menyatakan pendapatan naik dua kali lipat.

Selain SHK Lestari, pendapatan meningkat juga dirasakan gabungan kelompok tanin (gapoktan) Beringin Jaya di Lampung. Pasca mendapatkan izin Hutan Kemasyarakatan (Hkm), masyarakat mengelola hutan dengan tenang dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dalam survei KIC, sebagian besar juga setuju jika perhutanan sosial memberi dampak ekonomi yang baik serta juga memberi pengaruh baik pada lingkungan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...