Bonto Massailea,
Ekowisata Segudang Potensi di Bulukumba

Mulai dari wisata alam, sejarah, hingga aren, Ekowisata Bonto Massailea dapat dijadikan destinasi wisata pilihan jika berkunjung ke Kabupaten Bulukumba.

Bulukumba cover

Penulis : Ardhia Annisa Putri

Penulis : Ardhia Annisa Putri

Kabupaten Bulukumba, salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan ini memiliki segudang destinasi wisata. Meskipun berada di pesisir pantai, Kabupaten Bulukumba memiliki wisata perbukitan indah, yaitu Bonto Massailea. Penduduk sekitar Desa Bukit Harapan, Kecamatan Gantarang biasa menyebutnya dengan ‘Boma’.

Untuk menuju Bonto Massailea dari Kota Makassar sejauh 162 kilometer (km) butuh waktu sekitar 4 jam. Tampak pemandangan pantai dan perbukitan di sisi kanan dan kiri jalan menemani perjalanan Katadata Green ke Boma (Selasa, 6/2). Jarak tempuh yang jauh pun tak membuat perjalanan jadi membosankan. 

Begitu memasuki pusat kota Kabupaten Bulukumba, wisatawan dapat melihat Kapal Pinisi, ikon Kabupaten Bulukumba. Kapal Pinisi menjadi ikon kabupaten ini karena banyak penduduk, khususnya yang tinggal di daerah pesisir seperti di Desa Bira menjadi pengrajin perahu tersebut. Sejarah asal-usul nenek moyang Bulukumba yang merupakan pelaut andal juga tidak lepas dari ikon Kapal Pinisi. 

Pinisi boat instalation

Instalasi Kapal Pinisi, ikon Kabupaten Bulukumba di Bonto Massailea. (Katadata)

Instalasi Kapal Pinisi, ikon Kabupaten Bulukumba di Bonto Massailea. (Katadata)

Dari pusat kota Bulukumba, perjalanan berlanjut sekitar 30 menit menuju Desa Bukit Harapan dengan jarak 13,3 km. Perjalanan menuju Desa Bukit Harapan pun tidak kalah menarik. Wisatawan akan disuguhi hamparan sawah dan pemandangan Bangkeng Buki yang berdiri kokoh. 

Sesampainya di Desa Bukit Harapan, tim Katadata Green menuju rumah Muhammad Thamrin, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Buhung Lali. Rumah Thamrin biasa dijadikan tempat berkumpul bagi para anggota KTH dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Buhung Lali yang mengelola Bonto Massailea. 

Perencanaan Bonto Massailea dimulai pada 2019 oleh Thamrin dan Imran yang saat itu menjadi penyuluh di Kabupaten Bantaeng. 

Imran menjelaskan awal pertemuannya dengan Thamrin di salah satu acara pelatihan untuk kelompok perhutanan sosial (KPS). Dalam pertemuan itu, Thamrin menjelaskan potensi wisata di Desa Bukit Harapan dan meminta bantuan Imran untuk mengembangkan potensi tersebut. 

Bangkeng Buki View

Pemandangan Bangkeng Buki dalam perjalanan menuju Desa Bukit Harapan. (Katadata)

Pemandangan Bangkeng Buki dalam perjalanan menuju Desa Bukit Harapan. (Katadata)

“Saya waktu itu melihat potensi wisata yang ada di desa. Akan sangat bagus kalau bisa dimanfaatkan dengan baik,” kata Thamrin. 

Setelah itu, Imran mendapatkan amanat dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bialo untuk menjadi penyuluh ekowisata di Kecamatan Gantarang khususnya untuk KTH Buhung Lali. Selama kurang lebih dua bulan, Imran dan Thamrin aktif mengadakan pertemuan dan mengumpulkan para pemuda di Desa Bukit Harapan. 

Imran saat itu takjub terhadap masyarakat, terutama anak muda yang berkeinginan membangun ekowisata dengan modal semangat. Lalu, pada 2021 terbentuklah Pokdarwis Buhung Lali yang berfokus mengelola Ekowisata Bonto Massailea di bawah arahan KTH Buhung Lali. Imran menjelaskan saat itu ada belasan pemuda yang sering ikut dalam diskusi pembentukan Bonto Massailea. 

“Hampir tiap hari kami berkumpul dari siang hingga malam untuk membahas ekowisata. Dari proses tersebut kemudian lahirlah Ekowisata Bonto Massailea,” katanya sambil tersenyum mengingat semangat masyarakat Desa Bukit Harapan. 

Asal Muasal Bonto Massailea dan Segudang Atraksinya

Setelah puas bercengkrama, Tim Katadata Green ditemani pengelola ekowisata menuju puncak Bonto Massailea. Perjalanan dari pintu masuk sampai puncak bisa ditempuh selama 15-20 menit dengan berjalan santai.  

“Tenang saja, alur pendakian di sini tidak ekstrim. Tidak terasa panas juga karena banyak pepohonan,” ujar Indra si pengelola ekowisata. Di kanan kiri jalur pendakian terdapat deretan pohon Aren, Kakao, dan lainnya yang meneduhkan.  

Hiking to Bonto Massailea

Tim Katadata Green bersama pengelola Ekowisata Bonto Massailea mendaki menuju Bonto Massailea. (Katadata)

Tim Katadata Green bersama pengelola Ekowisata Bonto Massailea mendaki menuju Bonto Massailea. (Katadata)

Setibanya di puncak Bonto Massailea, wisatawan dimanjakan dengan hamparan sawah yang terbentang bak permadani hijau. Wisatawan bisa menikmati pemandangan dan udara segar sambil duduk di batu-batu besar sekitar tebing atau sambil bersantai di pendopo-pendopo kecil yang disediakan. 

Wisatawan juga dapat mengambil foto di beberapa spot yang disediakan oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Buhung Lali, seperti Kapal Pinisi yang menjadi ikon Kabupaten Bulukumba. 

Bagi yang mau memacu adrenalin, pengelola menyediakan flying fox. Jaraknya memang hanya 100 meter, tapi ketinggiannya mencapai 10 meter dari bawah. “Wisatawan bisa berteriak sepuasnya sambil meluncur dengan flying fox,” kata Indra menceritakan pengalaman wisatawan sebelumnya. 

flying fox in Bonto Massailea

Tim Katadata Green mencoba flying fox di Bonto Massailea. (Katadata)

Tim Katadata Green mencoba flying fox di Bonto Massailea. (Katadata)

Galang, operator flying fox di Bonto Massailea juga mengatakan akan kurang rasanya apabila ke Bonto Massailea tapi tidak mencoba flying fox. “Ini (flying fox) dari tebing ke tebing terus di bawahnya hutan jadi sangat menantang dan seru. Harus dicoba kalau ke sini,” katanya sambil memandu tim Katadata Green menuju spot flying fox.

Wisatawan juga akan mendapat wisata edukasi mengenai Bonto Massailea. Menurut Indra, ekowisata ini dinamakan Bonto Massailea karena Bangkeng Buki jika dilihat dari berbagai sudut dan sisi memiliki bentuk yang sama atau simetris. “Baik dari selatan, utara, timur, dan barat, (Bangkeng Buki) terlihat sama,” kata dia menjelaskan.

Thamrin juga menjelaskan asal-usul nama Bulukumba. Nama Bulukumba berasal dari sebutan bulu ku mappe, yang berarti ‘bukit ku’ dalam bahasa Indonesia. “Bulukumba dulunya menjadi rebutan antara kerajaan besar di Sulawesi Selatan, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone,” katanya. Saat perseteruan tersebut, kedua kerajaan tersebut mengatakan Bulukumba adalah ‘bukit ku’.

The group of visitors arrived at Beteng Batang Beach

Pengunjung berfoto dengan latar belakang pemandangan indah di Bonto Massailea. (Katadata)

Pengunjung berfoto dengan latar belakang pemandangan indah di Bonto Massailea. (Katadata)

Setelah puas memanjakan mata dan memahami sejarah Bonto Massailea hingga Bulukumba, perjalanan berlanjut menjelajah gua. Saat ini, hanya dua gua yang dibuka untuk wisatawan yaitu, Liang Pattunungan dan Liang Pa’niki.

Gua pertama yang bisa dikunjungi adalah Liang Pattunungan. Gua ini tidak terlalu dalam, cukup muat untuk 8-10 orang dewasa.

Konon ceritanya, kata Indra, gua ini dulunya sering digunakan sebagai tempat merenung. “Ruangnya memang tidak terlalu luas, tapi cukup nyaman buat orang mau berdiam lama di sini.”

Selanjutnya, wisatawan dapat melanjutkan perjalanan mengunjungi Liang Pa’niki yang berarti gua kelelawar. Dalam perjalanan menuju Liang Pa’niki, wisatawan akan menjumpai hamparan rumput luas dan bebatuan besar. Di situ, wisatawan dapat beristirahat sejenak melepas penat.

Setelah lelah hilang, perjalanan dapat dilanjutkan. Dalam jarak sekitar dua ratus meter, Liang Pa’niki terlihat. Dari kejauhan sudah terdengar suara kelelawar berdecit bersahutan. Semakin mendekat, suara semakin nyaring terdengar. Saat tiba di liang, terlihat ratusan atau mungkin ribuan kelelawar beterbangan hilir mudik.

Liang Pa’niki Gate

Menembus hutan menuju Liang Pa’Niki. (Katadata)

Menembus hutan menuju Liang Pa’Niki. (Katadata)

Setelah puas mengeksplor keindahan Bangkeng Buki, wisatawan dapat menikmati wisata lainnya. Ada pengolahan aren dan peternakan lebah madu trigona.

Dari Boma, wisatawan dapat mengunjungi tempat pengolahan aren milik Mama Hawise. Lokasinya tak jauh dari pintu masuk Boma. Proses masaknya sekitar empat jam sampai menjadi aren kental.

Sambil duduk melingkar di dekat tungku yang terbuat dari tanah liat, wisatawan juga dapat merasakan nikmatnya kopi liberika khas Desa Bukit Harapan yang diseduh dengan gula aren cair mendidih.

Mama Hawise's Aren Area

Tempat pengolahan aren milik Mama Hawise yang dapat dikunjungi setelah mendaki Bonto Massailea. (Katadata)

Tempat pengolahan aren milik Mama Hawise yang dapat dikunjungi setelah mendaki Bonto Massailea. (Katadata)

Aren memiliki keistimewaan sendiri bagi Desa Bukit Harapan. Produk olahan aren dari KTH Buhung Lali, yaitu gula semut bahkan sudah memasuki pasar internasional, seperti Malaysia, Jepang, dan India serta membawa berkah bagi masyarakat sekitar yang aktif mengolah aren.

Hal ini membuat setiap tahunnya banyak mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) dari berbagai universitas di Sulawesi melakukan pengabdian dan penelitian mengenai aren di Desa Bukit Harapan.

“Mahasiswa-mahasiswa ikut kegiatan petani aren di sini agar mereka tau bagaimana proses pengolahan aren hingga menjadi gula semut,” kata Ketua KTH Buhung Lali Tamrin.

Desa Bukit Harapan juga memiliki madu trigona yang masih termasuk dalam KTH Buhung Lali. Salah satu peternak lebah madu trigona ialah Hasnawiyah bersama suaminya. Lebah madu trigona yang dihasilkannya dijual Rp150 ribu per botol berukuran kurang lebih 450 mililiter (ml).

“Lumayan pembelinya dari sekitar Bulukumba sini,” katanya.

Hasnawiyah bersama suaminya memulai peternakan lebah madu trigona sejak 2022. Menurut dia, beternak lebah madu tidaklah sulit dan tak membutuhkan banyak modal. “Belajarnya cepat sama Thamrin, beberapa hari sudah bisa praktik sendiri,” kata Hasnawiyah.

Bee Farm Trigona

Peternakan lebah madu trigona milik Hasnawiyah. (Katadata)

Peternakan lebah madu trigona milik Hasnawiyah. (Katadata)

Wisatawan dapat menikmati proses pengolahan aren dan lebah madu trigona dalam paket-paket wisata yang telah disediakan oleh pengurus Ekowisata Bonto Massailea. Pengurus Ekowisata Bonto Massailea, Aswar, menjelaskan paket-paket wisata merupakan inisiatif pengurus untuk meningkatkan jumlah wisatawan Bonto Massailea dan memberikan suasana baru.

Ada paket Eksplorasi Liang, paket Agro Boma, Eksplorasi Aren, hingga paket lengkap yang memadukan ketiga paket yang disebutkan di awal. “Dibuat (paket wisata) agar memberi pengalaman lebih untuk wisatawan yang datang,” kata Aswar.

Setelah puas menikmati ragam wisata, paket-paket wisata yang ada sudah termasuk menikmati hidangan kuliner lokal, seperti kapurung, coto, pisang ijo, ongol-ongol, ayam lawar, palluliku, dan masih banyak lagi.

Sulawesi Food Traditional, Kapurung

Kapurung, salah satu makanan khas Sulawesi dapat dinikmati pengunjung setelah menjelajah Bonto Massailea. (Katadata)

Kapurung, salah satu makanan khas Sulawesi dapat dinikmati pengunjung setelah menjelajah Bonto Massailea. (Katadata)

 

Upaya Kolaborasi yang Dilakukan Pengelola

Saat ini, kondisi Ekowisata Bonto Massailea bisa dibilang mati suri. Sejak Covid-19 melanda, wisatawan Ekowisata Bonto Massailea menurun drastis, “Dahulu per hari bisa puluhan sampai ratusan orang. Kalau sekarang ada satu atau dua wisatawan saja kami sudah senang,” ujar Indra.

Saat ini, pengelola Ekowisata Bonto Massailea sedang menjajaki kerja sama dengan berbagai pihak untuk menghidupkan kembali Bonto Massailea yang mati suri. Salah satunya dengan Pemerintah Desa Bukit Harapan.

Langkah awal menginisiasi pertemuan-pertemuan untuk mencapai kesepahaman dalam pengelolaan Bonto Massailea. “Kalau sudah ada kesepahaman, Bonto Massailea akan lebih mudah untuk dihidupkan kembali,” kata Imran.

Pemerintah Desa Bukit Harapan mengatakan siap membantu mengembangkan Ekowisata Bonto Massailea. Pengurus Desa akan mengajak pengelola KTH Buhung Lali membicarakan masa depan Bonto Massailea.

Lokakarya Yayasan Bicara Data Indonesia

Para pemuda di Desa Bukit Harapan semangat mengikuti lokakarya pada November 2023 lalu. (Katadata)

Para pemuda di Desa Bukit Harapan semangat mengikuti lokakarya pada November 2023 lalu. (Katadata)

“Tentu, pihak desa juga siap untuk bantu. Kami ada ADD yang bisa dialokasikan untuk pengembangan ekowisata,” kata Kepala Desa Bukit Harapan Asbar kepada Katadata Green, Senin (5/2).

Di tingkat provinsi, Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Bulukumba juga menyatakan akan mendukung pengembangan ekowisata Bonto Massailea. Hal itu dikatakan Rijal Syam sebagai perwakilan Disporapar dalam lokakarya yang diselenggarakan Katadata Green pada November 2023 lalu.

“Terutama untuk pengembangan SDM dalam mengelola ekowisata dan promosi, akan kami ikut sertakan dalam pelatihan yang kami selenggarakan,” ujar Rijal.

TIM PRODUKSI

SUPPORTED BY