Kronologi Skandal Keuangan yang Bikin Manchester City Kena Sanksi UEFA
Masa depan Manchester City di kompetisi-kompetisi Eropa kini menjadi suram. UEFA (federasi sepak bola Eropa) mengumumkan bahwa klub liga Inggris itu dijatuhi larangan tampil dua musim di Eropa pada Sabtu (15/2).
Keputusan UEFA ini akan berimbas pada larangan Manchester City untuk bermain di kompetisi antarklub Eropa musim 2020-2011 dan 2021-2022. Liga Champions merupakan turnamen sepakbola kedua terbesar setelah Piala Dunia.
Selain melarang City bermain dua musim di kompetisi Eropa, klub Inggris tersebut juga didenda sebesar 30 juta euro atau sekitar Rp 449 miliar.
Manchester City diperkirakan menjadi tim sepak bola paling berharga kelima di dunia. Majalah Forbes pada 2019 menyebut valuasinya mencapai US$ 2,7 miliar atau Rp 37 triliun.
Klub ini dimiliki oleh City Football Group, perusahaan induk dari Abu Dhabi United Group, milik Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan. Wakil Perdana Menteri Uni Emirat Arab (UEA) itu diperkirakan memiliki kekayaan US$ 22 miliar atau Rp 299 triliun. Sheikh Mansour juga merupakan saudara tiri Presiden UEA Khalifa bin Zayed Al Nahyan.
Sheikh Mansour membeli Man City pada 2008 dengan harga £ 210 juta yang dilaporkan, atau sekitar $ 273 juta atau Rp 3,7 triliun berdasarkan nilai tukar saat ini. Secara total, Mansour telah menginvestasikan lebih dari US$ 1,7 miliar ke klub atau Rp 23,12 triliun, menurut Guardian.
(Baca: Era Internet, Bisakah Cebong dan Kampret Sedamai Fans Dua Manchester?)
Manchester City secara konsisten menjadi salah satu klub paling boros di Inggris. Ratusan juta dolar mereka gelontorkan untuk membeli pemain-pemain papan atas pada tiap jendela transfer. Manajer City, Pep Guardiola tercatat sebagai pelatih bergaji tertinggi di dunia dengan kontrak sebesar US$ 25 juta atau Rp 340 miliar per tahun.
Presiden UEFA Aleksander Ceferin menyatakan bahwa permak laporan keuangan City telah melanggar aturan keadilan finansial atau Financial Fair Play (FFP). Dalam keterangan resminya, UEFA menyebut City tak mampu menutupi kerugian dan melebih-lebihkan angka pendapatan sponsor pada periode 2012-2016.
Keputusan ini menandai akhir penyelidikan panjang terhadap keuangan City. Kasus ini telah bergulir sejak tahun 2014, saat City didenda sebesar £ 60 juta atau senilai Rp 1,1 triliun atas cacat dalam laporan keuangannya.
Pengadilan masuk ke babak baru setelah munculnya dokumen Football Leaks yang dimuat di surat kabar Jerman, Der Spiegel, pada November 2018 silam. Berikut adalah linimasa atau kronologi kasus FFP Manchester City berdasarkan rangkuman beIN sports pada Sabtu (15/2):
November 2018: Der Spiegel merilis tuduhan pelanggaran FFP City
Der Spiegel menerbitkan sejumlah artikel yang mengklaim bahwa juara bertahan liga Inggris itu secara terang-terangan melanggar aturan FFP.
Media Jerman tersebut memperoleh informasi dari narasumber Football Leaks dan mengklaim bahwa City melakukan kesepakatan sponsor senilai jutaan poundsterling dengan perusahaan-perusahaan Abu Dhabi, yang dimiliki oleh Sheikh Mansour.
(Baca: Jakpro Ingin Batu Alam di Monas Diaspal Permanen untuk Formula E)
Salah satu yang paling menonjol adalah perihal kerjasama sponsor antara City dan Etihad. City melaporkan kesepakatan tersebut bernilai £ 60 juta. Belakangan diketahui bahwa dari jumlah tersebut, £ 59,5 juta diduga hanya dari kantong Sheikh Mansour seorang. Sedangkan, UEFA membatasi uang yang boleh diterima klub dari sang pemilik.
Peraturan FFP disahkan oleh Komite Eksekutif UEFA pada 1 Juni 2011 dan mulai diterapkan pada musim 2013/2014 untuk melindungi keuangan klub-klub di Eropa. Intinya, jumlah uang yang dikeluarkan termasuk untuk gaji dan beli pemain tidak boleh melebihi pendapatan klub.
November 2018: Peringatan UEFA
UEFA mengatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk membuka kembali penyelidikan 2014, yang membuat City didenda, bila "informasi baru terbukti."
"Kami sedang menilai situasi. Kami memiliki badan independen yang menanganinya. Segera Anda akan mendapat jawaban tentang apa yang akan terjadi dalam kasus ini," ujar Ceferin.
Maret 2019: Penyelidikan Dibuka Kembali
UEFA secara resmi memulai investigasi terhadap tuduhan dari Der Spiegel, dengan bantuan Badan Pengendalian Finansial Klub (CFCB). Kepala CFCB sekaligus mantan perdana menteri Belgia Yves Leterme memperingatkan bahwa City bisa mendapatkan sanksi berupa larangan bermain di kompetisi-kompetisi UEFA.
City merespons pernyataan itu dengan membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya. "Tuduhan itu sepenuhnya salah. Laporan keuangan klub telah diterbitkan secara lengkap serta mematuhi kaidah hukum dan peraturan yang ada."
(Baca: Jakpro Klaim Balap Formula E Beri Dampak Ekonomi RI Rp 600 Miliar)
Juni 2019: City Mengajukan Banding
Pada Juni tahun lalu, City mengajukan banding terhadap penyelidikan UEFA terkait dugaan pelanggaran FFP ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS). Namun, pada November 2019, CAS memutuskan bahwa banding City "tidak dapat diterima" karena UEFA belum memberikan keputusan akhir tentang kasus tersebut.
Februari 2020: UEFA menjatuhkan hukuman kepada City
UEFA menjatuhkan hukuman berupa larangan bertanding selama dua tahun di kompetisi Eropa dan denda 30 juta euro.
City kembali mempertanyakan proses investigasi tersebut dan mengumumkan niat mereka untuk melakukan banding ke CAS "secepat mungkin."