Sawit Jadi Prioritas dalam Perjanjian Dagang Internasional
Pemerintah berupaya untuk terus menjalin kerja sama perdagangan dengan berbagai negara. Salah satu komoditas yang menjadi prioritas dalam pembahasan perjanjian perdagangan bilateral adalah minyak kelapa sawit (CPO).
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, sawit masih menjadi salah satu industri andalan bagi ekonomi Indonesia. Namun, komoditas ini menghadapi kampanye hitam di berbagai negara.
“Jika isu negatif tidak sesegera mungkin dihalau, dikhawatirkan akan semakin masif, menyebar, meluas, dan semakin sulit untuk dilawan dan justru berimplikasi pada terjadinya penurunan industri di sektor sawit," kata Enggar dalam keterangan resmi dari Bali, Jumat (2/11).
Contohnya, adanya opini bahwa perkebunan sawit yang dinilai sebagai penyebab terbesar deforestasi dunia. Padahal, menurut data The Impact of EU Consumption on Deforestation tahun 2013, sektor pertanian kacang kedelai (19%) dan jagung (11%) merupakan kontributor deforestasi di dunia. “Sedangkan, perkebunan sawit hanya berkontribusi 8% dari total deforestasi secara keseluruhan,” ujarnya.
Enggar memastika pemerintah akan fokus untuk peningkatan produktivitas sawit dengan asas peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan. Terlebih lagi, 41% perkebunan sawit rakyat dimiliki petani kecil. ”Ini berarti, kebergantungan ekonomi industri sawit terhadap perkebunan plasma rakyat sangat tinggi,” ujarnya.
(Baca: Tahan Pelemahan Harga CPO, Pemerintah Siapkan Dua Strategi Kebijakan)
Sementara, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengungkapkan sejumlah persoalan global masih membayangi industri sawit. Di antaranya adalah dampak perang dagang Amerika dengan Tiongkok serta hambatan tarif perdagangan serta kampanye hitam. Meski, saat ini pertumbuhan ekspor tetap terjaga.