Pembahasan RUU Buntu, KPU Siapkan Dua Versi Tahapan Pemilu 2019

Dimas Jarot Bayu
19 Juni 2017, 21:32
KPU
ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiapkan dua draf Peraturan KPU tentang Tahapan Pemilu. Keduanya disiapkan sebagai bahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu yang sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat.

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, dua versi tersebut dibuat guna mengantisipasi pembahasan RUU Pemilu yang tak kunjung rampung. Arief menuturkan, dua draf tersebut dibuat agar setelah pembahasan RUU Pemilu di DPR rampung, pihaknya bisa langsung menggodok teknis kepemiluan lebih cepat.

Menurutnya, tahapan kepemiluan akan mulai dilaksanakan pada Agustus 2017 mendatang. "Kami mau dua-duanya kami siap. Ini antisipasi saja supaya begitu diambil putusan jalan langsung," ucap Arief di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (19/6).

Arief menjelaskan, dua versi tersebut mengatur semua teknis tahapan kepemiluan. Dari keduanya, lanjut Arief, tak ada perbedaan yang signifikan. Arief mencontohkan, perbedaan di kedua draf tersebut seperti pada masa pemutakhiran data pemilih dan tahapan kampanye. Kendati tak berbeda jauh, kedua draf itu punya implikasi yang cukup besar terhadap aturan-aturan turunannya.

(Baca juga:  RUU Pemilu Buntu, Pansus DPR Siapkan Tiga Skenario)

"Beberapa catatan itu pasti membuat beda karena itu berimplikasi dengan yang PKPU lain. Aturan itu juga akan kita susun berdasarkan tahapan ini, mana yang prioritas, mana kemudian yang bisa diselesaikan belakangan," tambahnya.

Adapun pembahasan RUU Pemilu masih mengalami deadlock. Pemerintah dan DPR belum ambang batas pencalonan Presiden (presidential threshold). Sebab, Pemerintah menginginkan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20-25 persen, yakni 20 persen kursi dan 25 persen suara nasional.

Sementara, suara fraksi di DPR terbelah menjadi tiga, yakni mengikuti pemerintah, 0 persen, dan 10-15 persen. PDI Perjuangan, Nasdem, dan Golkar memilih opsi 20-25 persen seperti pemerintah. PKB, PPP, Hanura, PAN, dan PKS memilih opsi 10-15 persen. Adapun Demokrat dan Gerindra memilih opsi 0 persen.

Permasalahan ambang batas pencalonan presiden sebenarnya disebabkan oleh adanya perbedaan tafsir konstitusional. Pemerintah berpendapat, opsi ambang batas sebesar 20-25 persen dipilih sesuai arahan Presiden RI Joko Widodo.

Halaman:
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...