Harga Gabah Merosot, Solusi Pemerintah Dinilai Rugikan Bulog
Guru Besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa menilai merosotnya harga gabah di berbagai daerah adalah akibat kebijakan pemerintah sendiri. Di mana, Kementerian Pertanian menggencarkan penanaman padi secara terus-menerus dengan melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari unsur Bintara Pembina Desa (Babinsa).
“Sepanjang tahun lalu kita lihat di berbagai daerah padi ditanam terus menerus tanpa jeda, ini akibatnya,” katanya saat dihubungi, Senin (13/3).
Menurut Dwi, penanaman padi seharusnya memperhitungkan musim. Sehingga, panennya dapat diupayakan saat kemarau di mana petani mudah mengeringkan gabah. “Jika puncak panen terjadi saat musim hujan seperti saat ini, petani dan Bulog akan sama-sama menelan pil pahit,” katanya.
Ia menjelaskan, petani harus segera menjual hasil panennya karena gabah basah yang dibiarkan dalam dua sampai tiga hari akan berkecambah. Sementara, melimpahnya hasil panen akan membuat harga gabah jatuh di mata tengkulak.
(Baca juga: Harga Jatuh, Bulog Diminta Serap Gabah Basah)
Memaksa Bulog memborong gabah basah dengan harga tinggi juga dinilai bukan solusi. Sebab, fasilitas pengering perusahaan pelat merah itu belum memadai. Belum lagi, gudang Bulog dirancang untuk menyimpan beras, bukan gabah.
Sementara menggiling gabah yang belum kering akan membuat beras yang dihasilkannya rapuh. “Pasti patah-patah, ini kurang baik untuk beras Bulog nantinya,” kata Dwi.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi), Soetarto Alimoeso. Menurutnya, turunnya harga gabah yang terjadi saat ini bisa diantisipasi.
“Tahun lalu ada La nina, tapi September sampai Oktober sudah tanam ya panennya jatuh Februari, waktu musim hujan,” katanya.