Alot Pembahasan Klaster Tenaga Kerja di RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Rizky Alika
25 September 2020, 20:25
Foto Telaah
123RF.com

Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja telah mencapai babak final. Saat ini, 95% pokok bahasan telah disepakati. Namun, satu hal yang masih alot pembahasannya adalah klaster ketenagakerjaan.

Pemerintah menyatakan masih memerlukan waktu untuk membahas lebih lanjut mengenai RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Belum ada titik temu dalam pembicaraan yang melibatkan unsur pengusaha dan buruh.

Advertisement

"Masih kami dalami lagi. Kami juga telah melakukan diskusi yang diikuti oleh beberapa ketua umum serikat pekerja, ada Apindo dan Kadin juga di situ,” kata Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi, Jumat (25/9).

Klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja seharusnya mulai dibahas di Badan Legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini. Namun, karena materi belum siap, Baleg mendahulukan pembahasan beberapa RUU lain.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan, ada 10 pokok pembahasan dalam klaster ketenagakerjaan.

Di antaranya, ada materi bagian umum, materi tenaga kerja asing (TKA), materi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), materi alih daya, materi waktu kerja dan istirahat, materi pengupahan, materi pesangon dan pemutusan hubungan kerja (PHK), materi sanksi, materi jaminan kehilangan pekerjaan dan materi penghargaan lainnya.

Selanjutnya, pemerintah akan melakukan pendalaman dan pencermatan kembali terhadap masukan-masukan tim tripartit yang melibatkan unsur buruh dan unsur pengusaha.

Secara umum, pengusaha mendukung pembahasan RUU Cipta Kerja. Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menilai, Omnibus Law Cipta Kerja saat ini memang dibutuhkan. "Jika bisnis bagus, artinya pekerja juga bagus," ujarnya.

Sebaliknya, kalangan buruh masih bersikap kritis. Mereka menggelar unjuk rasa di berbagai kota untuk menyuarakan protes.

AKSI MENOLAK OMNIBUS LAW RUU CIPTA KERJA
AKSI MENOLAK OMNIBUS LAW RUU CIPTA KERJA (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.)

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, tidak mungkin pembahasan RUU ini bisa selesai dalam waktu singkat. “Sementara sikap buruh tetap menolak disahkan,” ujarnya.

Ada beberapa poin dalam pembahasan Omnibus Law yang ditolak oleh buruh. Di antaranya, hilangnya hak cuti haid, masa kontrak yang bisa berlaku seumur hidup, kemudahan masuknya tenaga kerja asing, hingga berkurangnya pesangon.

15 Poin Omnibus Law Disepakati

Sebelumnya, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menjelaskan dari 10 klaster, sudah 95% disepakati di tingkat panja DPR dengan pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Koordinator Perekonomian.

"Alhamdulillah dari 10 klaster, sudah 95% disepakati di tingkat panja," ujar Supratman dalam diskusi virtual bertema Menimbang Urgensi Omnibus Law di Tengah Pandemi yang diadakan Policy Center Iluni UI.

Draf RUU Cipta Kerja tebalnya hampir 2.000 halaman. Isinya mencakup 11 klaster yang terdiri dari 15 bab dan 174 pasal. Hingga saat ini, 15 subtansi RUU Cipta Kerja yang telah disepakati antara pemerintah dan Baleg DPR. Berikut rinciannya:

1. Kesesuaian Tata Ruang

Kesesuaian tata ruang menyangkut tata ruang di darat dan luat, termasuk kawasan hutan. Kesesuaian tata ruang ini diharapkan dapat mempermudah perizinan usaha, terutama di sektor tambang dan agrobisnis.

2. AMDAL Tidak Dihilangkan

Dalam draft pertama yang diajukan, pemerintah ingin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dihilangkan. Namun, ketentuan tersebut akhirnya dipertahankan. Ketentuan soal AMDAL akhirnya disepakati untuk menyederhanakan proses bisnis, tanpa menghilangkan esensi perlindungan lingkungan.

3. Persetujuan Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)

Pemerintah akan menerapkan persetujuan pembangunan gedung, dengan menerapkan standar dan sertifikat layak fungsi. Panduannya akan disiapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

4. Penerapan Perizinan Berbasis Risiko (Risk Based Approach)

Perizinan berusaha akan didasarkan atas risiko rendah, menengah, dan tinggi. Risiko rendah dengan pendaftaran, risiko menengah dengan pemenuhan standar, dan risiko tinggi dengan izin.

Halaman Selanjutnya
Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement