Buruh Ancam Mogok Jika Paripurna DPR Sahkan Omnibus Law 8 Oktober

Pingit Aria
29 September 2020, 18:51
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja semakin mendekati tahap akhir. Para buruh bersiap melakukan mogok kerja jika salah satu RUU omnibus law ini benar-benar disahkan dalam rapat paripurna DPR, 8 Oktober 2020 mendatang.

Panitia Kerja (Panja) menyelesaikan pembahasan tingkat II terhadap daftar inventarisasi masalah (DIM) pada Senin (28/9). Seluruh pembahasan itu selesai dalam 55 kali rapat atau hampir 5 bulan sejak Panja pertama kali dibentuk pada bulan April 2020.

Bagaimanapun, rapat petang kemarin itu tidak digelar di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Senayan, Jakarta, melainkan di sebuah lokasi di Banten. Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baedowi mengatakan bahwa Panja RUU Cipta Kerja terpaksa menggelar rapat di luar Senayan karena ada perbaikan instalasi listrik.

Setelah pembahasan tingkat II selesai, draf RUU Cipta Kerja sudah bisa dibahas di Tim Perumus yang dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya. Kemudian, hasilnya akan dibawa lagi ke Panja RUU Cipta Kerja untuk diputuskan apakah dapat disetujui atau tidak.

"Nantinya rapat Panja itu akan dihadiri oleh para menteri," ujar Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas, Senin (28/9).

Apabila semua pihak dapat menyetujui, lanjut dia, draf RUU Cipta Kerja tersebut bisa dibawa ke dalam rapat paripurna.

Omnibus law ini dibuat dengan tujuan untuk memudahkan investasi hingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang lebih besar. Sebagai gambaran, berikut Databoks terkait dengan hambatan investasi di Indonesia:

Hilangkan Upah Minimum Sektoral

Di antara kesepakatan Panja RUU Cipta Kerja adalah menghilangkan ketentuan terkait upah minimum sektoral yang sebelumnya ada pada peraturan perundang-undangan. Namun, apabila skema pengupahan sektoral itu terlanjur diberikan perusahaan, maka skema yang sudah ada itu tidak boleh dicabut.

Dengan demikian, pekerja tidak mengalami degradasi pendapatan. "Terkait upah sektoral ini kan yang paling penting, apa yang diterima hari ini oleh pekerja tidak boleh berkurang kalau kemudian Undang-Undang Cipta Kerja ini disahkan," kata Supratman, Minggu (27/9).

Kedua, Pemerintah dan DPR bersepakat tidak akan menghapus ketentuan terkait upah minimum, baik upah minimum provinsi maupun upah minimum kabupaten/kota. "Ini memberikan kepastian hukum, baik kepada pekerja maupun pengusaha, kepastian akan kenaikan upah itu yang paling penting dalam norma ini," kata Supratman.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...