Jokowi Sebut Aksi Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja karena Hoaks

Rizky Alika
9 Oktober 2020, 18:29
Sejumlah mahasiswa melakukan aksi protes tolak pengesahan RUU Cipta Kerja di Kawasan Gedung DPR/MRP, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2020). Aksi tersebut menolak pengesahan UU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI karena dinilai sudah menciderai hak-hak b
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Sejumlah mahasiswa melakukan aksi protes tolak pengesahan RUU Cipta Kerja di Kawasan Gedung DPR/MRP, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2020). Aksi tersebut menolak pengesahan UU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI karena dinilai sudah menciderai hak-hak buruh.

Presiden Joko Widodo akhirnya buka suara setelah gelombang unjuk rasa penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Ia pun menilai, demonstrasi pemolakan UU Cipta Kerja terjadi karena adanya disinformasi dan hoaks.

"Saya lihat ada unjuk rasa yang pada dasarnya dilatarbelakangi disinformasi dari UU ini dan hoaks di media sosial," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (9/10).

Menurutnya, ada berbagai berita keliru yang telah ia temui. Sebagai contoh, ada kabar Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dihapuskan.

Dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003, ketentuan mengenai upah minimum sektoral diatur dalam pasal 89 ayat 2. Namun, pasal tersebut dihapuskan dalam draf terakhir Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja tanggal 5 Oktober 2020, saat paripurna. Bagaimanapun, akan membuat aturan turunan dalam bentuk peraturan pemerintah terkait pengupahan.

Kemudian, Jokowi juga meluruskan anggapan bahwa upah minimum akan dihitung per jam. Mantan Walikota Solo itu menegaskan, informasi tersebut tidak benar. Menurutnya, upah tetap bisa dihitung berdasarkan waktu dan hasil kerja.

Kemudian, ia mendengar beredarnya kabar seluruh cuti termasuk cuti sakit, menikah, khitanan, baptis, kematian, hingga melahirkan dihapuskan tanpa ada kompensasi. "Saya tegaskan ini tidak benar. Hak cuti tetap ada dan dijamin," ujarnya.

Selain itu, Jokowi menyebutkan adanya informasi perusahaan bisa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kapanpun secara sepihak. Ia kembali meluruskan bahwa informasi tersebut keliru. Selain itu, jaminan sosial dan jaminan kesejahteraan lainnya tidak dihilangkan.

Lalu, ia juga memastikan tidak ada penghapusan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Menurutnya, industri besar tetap memerlukan studi Amdal yang ketat.

Kabar keliru lainnya, lanjut dia, UU Cipta Kerja mendorong komersialisasi pendidikan. Padahal, aturan tersebut hanya mengatur pendidikan formal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Sedangkan, perizinan pendidikan tidak diatur dalam UU sapu jagat itu. "Apalagi perizinan di pondok pesantren, itu tidak diatur dalam UU Cipta Kerja dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...