Menunggu Peraturan Pemerintah Atasi Polemik Upah dalam UU Cipta Kerja

Pingit Aria
16 Oktober 2020, 18:19
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Undang-undang atau UU Omnibus Law Cipta Kerja telah disetujui dalam paripurna DPR pada 5 Oktober 2020 lalu. Dari sekian banyak hal yang dibahas dalam draf 812 halaman itu, salah satu yang paling mendapat sorotan adalah klaster ketenagakerjaan, termasuk kebijakan pengupahan.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak dihapuskannya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dan pemberlakuan Upah Minimum Kabupaten (UMK) bersyarat.

Advertisement

"Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk,” kata Presiden KSPI Said Iqbal, beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, masalah pengupahan, termasuk juga cuti hingga pesangon dalam klaster ketenagakerjaan juga yang memicu serikat pekerja dan buruh melakukan mogok nasional 6-8 Oktober 2020. Tidak hanya itu, elemen mahasiswa juga sempat turun ke jalanan menentang pengesahan UU tersebut.

Masalah itu kemudian diluruskan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah. Dalam konferensi pers daring pada 7 Oktober 2020, dia menegaskan bahwa upah minimum akan tetap diatur dan ketentuannya mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari UU yang kini pengesahannya tinggal menunggu diteken Presiden Joko Widodo itu.

Menurut Ida, upah minimum ditetapkan dengan memperhatikan kelayakan hidup pekerja dengan berdasarkan aspek pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi daerah. Karena itu Upah Minimum Provinsi (UMP) wajib ditetapkan oleh gubernur dan UMK tetap ada.

Benarkah Demikian?

Ada beberapa perbedaan terkait pengupahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja di Bab IV Ketenagakerjaan.

Perbedaan mulai terlihat di ayat kedua Pasal 88 yang semula berbunyi "Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh" menjadi "Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan."

Tidak hanya itu terdapat perbedaan di ayat tiga tentang kebijakan pengupahan yang dimaksud dalam ayat dua yang semula memiliki 11 poin berkurang menjadi tujuh poin.

Selain itu, di antara Pasal 88 dan Pasal 89 dalam UU Cipta Kerja disisipkan lima pasal baru yang berbicara antara lain tentang pengupahan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ditetapkan oleh perundang-undangan dan jika lebih rendah maka batal demi hukum. Selain itu terdapat pula ayat yang mengatur soal sanksi jika ada kelalaian pemberian upah.

Perbedaan lain, di dalam Pasal 88A Cipta Kerja dinyatakan upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil, yang mana bisa berarti jam, hari, pekan dan bulan atau berdasarkan hasil dari pekerjaan.

Gelombang Demo Buruh Tolak RUU Cipta Kerja
Gelombang Demo Buruh Tolak RUU Cipta Kerja (ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.)

Menjawab kekhawatiran buruh, Pasal 88C menegaskan bahwa gubernur wajib menetapkan UMP dan dapat menetapkan UMK dengan syarat tertentu. Upah minimum sendiri ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

Syarat tertentu untuk UMK termasuk melihat pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi daerah tersebut. UMK sendiri harus lebih tinggi dari UMP.

Ketentuan lebih lanjut, mengenai penetapan upah minimum akan diatur lebih rinci pada PP.

Dengan keberadaan pasal-pasal baru itu, maka UU Cipta Kerja menghapuskan Pasal 89 dan 90 yang berada di UU Ketenagakerjaan.

Namun, dalam pemberian upah minimum UU Cipta Kerja memberikan pengecualian bagi Usaha Mikro dan Kecil yang terdapat di dalam pasal 90B. Dalam sektor tersebut upah ditetapkan bukan berdasarkan ketetapan provinsi tapi berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.

Perangkap Pendapatan Menengah

Melihat fakta tersebut, terlihat bahwa upah minimum masih ada baik yang berada di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. Meski masih ada protes soal hilangnya UMSK, draf 812 halaman UU Cipta Kerja yang sudah diserahkan Sekjen DPR Indra Iskandar ke Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada 14 Oktober 2020.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement