KSPI Rencanakan Aksi Besar Buruh Tolak UU Cipta Kerja ke DPR dan MK
Gelombang penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau omnibus law terus berlangsung. Setelah demo besar di berbagai daerah pada 6-8 Oktober 2020, kelompok mahasiswa menggelar unjuk rasa susulan di sekitar Tugu Tani, Jakarta, Selasa (20/10) kemarin.
Kini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana kembali untuk menggelar demo besar-besaran untuk menolak UU Cipta Kerja. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, demo buruh akan diadakan saat paripurna pembukaan masa sidang DPR pada 9 November 2020.
Pemusatan unjuk rasa di DPR adalah untuk menuntut uji legislasi (legislative review). "Akan ada aksi nasional serempak melibatkan 20 provinsi, lebih dari 200 kabupaten/kota oleh KSPI dan kami akan mengkomunikasikan dengan 32 konfederasi serikat pekerja lain," kata Said Iqbal dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (21/10).
Selain itu, KSPI juga akan mengajukan uji materiil (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Saat itu, KSPI bersama serikat buruh lainnya akan melakukan aksi besar-besaran di MK. "Bahkan tidak menutup kemungkinan, dua hari sebelum penyerahan sudah dilakukan aksi," ujar dia.
Ia pun meyakinkan, aksi unjuk rasa akan dilakukan secara terukur, terarah, dan konstitusional. Artinya, unjuk rasa akan berdasarkan instruksi organisasi KSPI, fokus pada penolakan aturran sapu jagat tersebut tanpa ada kepentingan politik lain, serta tidak merusak fasilitas umum.
Kemudian, unjuk rasa dilakukan sesuai mekanisme UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Legislative Review
Iqbal menambahkan, saat ini KSPI sudah mengirimkan surat permohonan legislative review kepada sembilan pimpinan fraksi DPR, yaitu fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. Surat tersebut juga ditembuskan kepada Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPR, dan 575 anggota DPR.
Dalam surat tersebut, dijelaskan bahwa permohonan legislative review berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2011.
Tak hanya itu, berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 dijelaskan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Oleh karenanya, DPR berwenang membuat sebuah undang-undang baru untuk membatalkan UU Cipta Kerja.
Ia pun berharap, fraksi yang menyatakan penolakan UU Cipta Kerja dapat menginisiasia legislative review. Fraksi yang dimaksud ialah PKS dan Demokrat.
"DPR jangan menolak badan. PKS dan Demokrat, kalau memang benar menolak UU Cipta Kerja, harusnya ambil inisiatif. Jangan berlindung di balik aksi massa," katanya.
Bagaimanapun, anggota DPR Fraksi Demokrat Benny Kabur Harman mengatakan, menginisiasi legislative review ibarat memasukkan DPR ke lubang jarum.
"Sia-sia. Ada berapa fraksi di DPR? Tidak mungkin," ujar dia saat dihubungi Katadata. Ia pun menekankan, konfigurasi kekuatan parlemen saat ini didominasi oleh pendukung pemerintah.