Indef Sebut Omnibus Law Tak Jamin Serapan Pekerja Berpendidikan Rendah

Rizky Alika
5 November 2020, 20:00
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Cipayung Plus Mataram berunjuk rasa di depan kantor Gubernur NTB di Mataram, NTB, Selasa (3/11/2020). Dalam orasinya ratusan pengunjukrasa tersebut menolak ditekennya Undang-undang Omnibus Law Cipt
ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Cipayung Plus Mataram berunjuk rasa di depan kantor Gubernur NTB di Mataram, NTB, Selasa (3/11/2020). Dalam orasinya ratusan pengunjukrasa tersebut menolak ditekennya Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo menjadi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Pemerintah menyusun Undang-Undang  Cipta Kerja untuk meningkatkan investasi serta membuka lapangan kerja. Namun, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai aturan sapu jagat itu tidak menjamin peningkatan serapan tenaga kerja.

"UU Cipta Kerja belum tentu menjamin bisa menyerap tenaga kerja di sektor manufaktur yang lebih besar," kata Peneliti Indef Dhenny Yuartha Junifta dalam diskusi daring, Kamis (5/11).

Menurutnya, investasi yang masuk ke Tanah Air lebih besar pada sektor jasa sehingga penyerapan tenaga kerja dinilainya tidak akan berjumlah besar. Di sisi lain, sektor jasa mensyaratkan kualifikasi tenaga kerja dengan kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan industri manufaktur.

Padahal, pengangguran di Indonesia didominasi oleh lulusan SMA/SMK ke bawah. "Ini tidak match dengan Indonesia," ujar dia.

Ia mencatat, sebagian besar pengangguran merupakan tamatan SMA, jumlahnya sekitar 26%. Sementara, 22% pengangguran merupakan tamatan SMK. Kemudian, sebanyak 14% pengangguran memiliki pendidikan terakhir SD, 13% memiliki pendidikan terakhir universitas, 5% tidak tamat SD, dan 3% tamatan akademi.

Dhenny pun menilai, UU Cipta Kerja belum menjawab permasalahan tersebut.

Selain itu, ia mengatakan kursus pelatihan bagi pekerja masih sangat rendah. Adapun, partisipasi kursus pelatihan sebagian besar diikuti oleh masyarakat dengan pendidikan universitas atau diploma.

Berdasarkan data yang dikutip dari Allen tahun 2016, partisipasi pelatihan bersertifikat mayoritas diikuti oleh masyarakat tamatan diploma dan universitas, yaitu sebesar 26%. Kemudian, masyarakat tamatan setara SMA yang mengikuti pelatihan bersertifikasi hanya 9%, sedangkan tamatan SMP ke bawah hanya 1%.

"Ini jadi problem bahwa kualifikasi tidak match. Dari sisi pelatihan juga tidak menopang reformasi ke depan," katanya.

Di sisi lain, ia menyebutkan salah satu syarat masuknya investasi asing ialah adanya kemudahan ekspor di negara tujuan investasi. Tanpa hal itu, investor diperkirakan tidak berminat untuk menanamkan dananya. Sementara, lanjut dia, ekspor di Indonesia masih didominasi oleh ekspor komoditas. 

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...