Mengapa Guyuran Bansos Kurang Mengungkit Daya Beli saat Resesi?

Rizky Alika
6 November 2020, 17:59
Telaah - Kebijakan
alexskopje/123rf

Pemerintah gencar menggelontorkan beragam bantuan sosial atau bansos untuk memulihkan ekonomi di tengah pandemi. Namun, ratusan triliun dana yang dikucurkan tersebut belum optimal meningkatkan daya beli masyarakat di tengah pandemi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2020 mengalami kontraksi 4,04% secara tahunan. Kinerja konsumsi rumah tangga ini menjadi komponen yang paling memberatkan laju pertumbuhan ekonomi hingga masuk ke jurang resesi.

Sementara, belanja pemerintah tumbuh 9,76% secara tahunan. Ini menjadi satu-satunya komponen pengeluaran yang mengalami pertumbuhan positif pada triwulan III.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, seluruh komponen belanja pemerintah naik drastis, baik melalui transfer daerah hingga dana desa. Namun, yang paling tinggi adalah belanja pemerintah pusat.

"Ini tercermin dari pertumbuhan belanja barang 47,48%. Lalu tercermin dari belanja hibah dan belanja bansos yang meningkatnya tinggi sekali 246,25%," kata Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Kamis (5/11).

Ragam Bantuan

Adapun, realisasi anggaran program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp 366,86 triliun hingga 2 November 2020. Jumlah tersebut sebesar 52,8% dari pagu anggaran Rp 695.2 triliun.

Di dalamnya, realisasi anggaran perlindungan sosial dalam program penanganan virus corona Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional telah mencapai Rp 200,18 triliun atau 98,2% dari pagu Rp 203,9 triliun per 30 Oktober 2020. Secara rinci, realisasi anggaran paling besar berasal dari Program Keluarga Harapan sebesar Rp 36,71 triliun atau 98,2% dari pagu Rp 37,4 triliun.

DISTRIBUSI BANSOS PROVINSI
DISTRIBUSI BANSOS PROVINSI (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc.)

Realisasi anggaran terbanyak kedua berasal dari program sembako sebesar Rp 34,46 triliun atau 79% dari pagu Rp 43,6 triliun. Realisasi anggaran untuk bantuan sosial (bansos) tunai non-Jabodetabek mencapai Rp 28,33 triliun atau 84,8% dari pagu Rp 33,42 triliun. Banpres produktif terealisasi Rp 21,97 triliun atau 99,93% dari pagu 22 triliun.

Kemudian, realisasi anggaran Kartu Pra-Kerja mencapai 19,87 triliun bantuan langsung tunai dana desa telah tersalur Rp 17,99 triliun, subsidi upah 14,88 triliun, bantuan keringanan listrik Rp 8,89 triliun, bansos sembako Rp 5,37 triliun.

Lalu, bantuan uang tunai (non-PKH) Rp 4,62 triliun, bansos beras Rp 3,15 triliun, bantuan pesantren, madrasah, dan pendidikan Al-Quran Rp 2,02 triliun, serta subsidi JKN mandiri kelas 3 Rp 1,92 triliun.

Seberapa Efektif?

Dengan banyaknya program bansos yang bergulir, mengapa konsumsi domestik masih lemah? Menurut Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah, jawabannya adalah penanganan pandemi Covid-19 yang belum maksimal.

Berikut adalah Databoks penambahan harian kasus Covid-19 di Indonesia:

 

Meski kurva penularan tampak melandai, penambahan kasus di kisaran 4.000 per hari membuat masyarakat tetap was-was. Sebesar apapun bansos yang digelontorkan pemerintah, perekonomian dan konsumsi masyarakat tidak akan serta merta bergerak naik. "Mau diguyur Rp 1.000 triliun pun tidak akan jalan ekonomi," kata Rusli kepada Katadata, Jumat (6/11).

Menurutnya, pemulihan kesehatan menjadi kunci agar perekonomian kembali bergerak. Sebab, masyarakat akan lebih percaya diri untuk kembali membelanjakan uang mereka.

Ia menilai, bansos hanya untuk menjaga daya beli masyarakat miskin agar tidak semakin jatuh. Rusli menyebutkan, konsumsi rumah tangga akan merosot seiring dengan peningkatan pengangguran.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...