Problem Pangan RI: Defisit Bawang Putih & Impor Hortikultura Tiongkok

Pingit Aria
18 November 2020, 08:14
Pedagang menyortir bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Kamis (1/10/2020). Survei Pemantauan Harga minggu ke-IV September dari Bank Indonesia menunjukkan adanya inflasi sebesar 0,01 persen (month to month) dimana penyumbang inflasi yang utama
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Pedagang menyortir bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Kamis (1/10/2020). Survei Pemantauan Harga minggu ke-IV September dari Bank Indonesia menunjukkan adanya inflasi sebesar 0,01 persen (month to month) dimana penyumbang inflasi yang utama adalah minyak goreng dengan inflasi 0,02 persen (mtm), serta bawang putih dan cabai merah sebesar 0,01 persen.

Impor produk hortikultura adalah salah satu masalah mendasar dalam pertanian Indonesia. Sebagian besar impor produk dalam kategori buah dan sayur itu berasal dari Tiongkok. Kebutuhan impor ini tak dapat diakhiri seketika karena ada bahan pangan yang belum dapat diproduksi secara optimal di dalam negeri.

Kementerian Pertanian telah menerbitkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sebanyak  2.707.572 ton sepanjang 2020. Dari jumlah itu, rekomendasi impor untuk produk-produk dari Tiongkok mencapai 1.252.596 ton atau 46,26% dari keseluruhan impor.

Anggota Komisi IV DPR yang membidangi pertanian, Johan Rosihan menyatakan, ketergantungan impor dari satu negara ini harus diakhiri. “Masyarakat sebagai konsumen bisa memiliki kecintaan terhadap produk lokal yang diproduksi oleh petani kita, impor kita tidak boleh terus naik dan tidak boleh tergantung dengan negara manapun,” kata Johan, Selasa (17/11).

Salah satu produk hortikultura yang banyak diimpor dari Tiongkok adalah bawang putih. Seperti diketahui, bawang putih merupakan salah satu bumbu dasar dalam setiap masakan Indonesia.

Tahun depan, Indonesia diproyeksikan masih akan mengalami defisit komoditi bawang putih sebesar 532,564 ton, bawang bombay 128,349 ton, jeruk 82,808 ton, lengkeng 44,737 ton dan anggur 34,477 ton. 

Pemerintah sebenarnya telah berupaya mengurangi impor dengan memberlakukan kewajiban untuk menanam bawang putih pada sejumlah lahan secara proporsional untuk setiap pengajuan RIPH. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.

Namun, kebijakan ini kurang optimal karena tanaman dengan nama latin Allium sativum itu lebih banyak tumbuh pada iklim subtropis. “Dari Evaluasi RIPH ditemukan banyak perusahaan yang tidak melaksanakan realisasi wajib tanam bawang putih, contohnya tahun 2020 ini, realisasi wajib tanam hanya 1.699 Ha dari total target wajib tanam seluas 6.038 Ha,” kata Johan.

Anggota Fraksi PKS tersebut mengimbau Kementerian Pertanian agar lebih serius untuk membuat peta jalan demi ketahanan pangan masional. Menurutnya, pemerintah harus memprioritaskan hasil panen petani lokal agar memiliki nilai tambah dan daya saing terhadap produk impor.

Mengutip data BPS, impor sayur-mayur cenderung meningkat hingga bernilai setara Rp 11,3 triliun pada 2019. “Kebijakan impor ini terbukti merugikan petani dan melemahkan pengembangan produk lokal,” ujarnya.

Berikut adalah Databoks mengenai dampak pandemi terhadap kondisi petani:

Di pihak lain, Kementerian Pertanian menyatakan, penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) justru menurun. "Untuk bawang putih, misalnya, yang kami terbitkan sampai sekarang baru 724.000 ton, ini lebih rendah dibandingkan RIPH tahun 2019 yang totalnya 760.000 ton," kata Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto  dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi Pertanian DPR.

Menurut Prihasto, penerbitan RIPH bawang putih di tahun 2021 pun akan turun lantaran produksi di dalam negeri mulai berjalan. "Untuk kebutuhan bawang putih nasional karena sudah ada dipenuhi, jadi kebutuhan impor tahun 2021 itu kurang lebih sekitar 532.000 ton,” ujarnya.

Berdasarkan data Kementan terkait neraca ketersediaan dan kebutuhan komoditas sayuran tahun 2021, jumlah produksi bawang putih tahun depan sebanyak 59.032 ton. Sementara, jumlah total kebutuhan sebanyak 591.596 ton.

Prihasto menambahkan, sesuai dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), pemerintah tidak bisa membatasi kuota impor produk hortikultura.  Namun, Kementerian fokus pada persyaratan teknis, misalnya traceability yang jelas, keamanan pangan, dan good agriculture practice. Ini bertujuan agar produk impor yang masuk Indonesia memiliki kualitas yang baik.

Reporter: Annisa Rizky Fadila
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Video Pilihan
Loading...

Artikel Terkait