Pemotongan Cuti Bersama Timbulkan Pesimisme Pengusaha Hotel dan Retail

Rizky Alika
26 November 2020, 15:22
Pekerja melayani tamu di Hotel The Priangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (2/10/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel klasifikasi bintang di Indonesia pada Agustus 2020 mencapai 32,93 persen atau turun 21,
ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/wsj.
Pekerja melayani tamu di Hotel The Priangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (2/10/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel klasifikasi bintang di Indonesia pada Agustus 2020 mencapai 32,93 persen atau turun 21,21 poin dibandingkan dengan TPK tahun lalu sebesar 54,14 persen, namun jika dibandingkan dengan TPK Juli 2020, angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,86 poin.

Pemerintah berencana mengurangi cuti bersama pada akhir tahun ini guna menekan penularan virus corona. Pengusaha hotel pun khawatir bisnisnya akan lesu hingga pertengahan tahun depan.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, wisatawan domestik umumnya akan meningkat saat libur Lebaran, libur sekolah, serta libur Natal dan tahun baru.

Advertisement

Seperti diketahui, masa libur lebaran dan semester baru sekolah tahun ini sepi karena berbagai daerah umumnya masih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB). Kini, libur Panjang akhir tahun pun akan dipangkas.

"Jadi harapan kami bisa jadi pupus. Masuk Januari sudah low season lagi," kata Maulana saat dihubungi Katadata, Kamis (26/11).

Menurutnya, perhotelan sudah mengalami okupansi yang rendah selama hampir sembilan bulan pandemi. Bila cuti bersama dipangkas, periode okupansi rendah akan berlanjut pada Desember 2020 serta berlanjut ke Januari hingga April 2021.

Bahkan, keberadaan vaksin Covid-19 pada awal tahun nanti diperkirakan tidak akan berdampak besar pada peningkatan wisatawan. Oleh karena itu, ia khawatir pengusaha hotel yang dapat bertahan selama pandemi ini jumlahnya tidak besar.

Maulana pun menyebutkan, lonjakan okupansi kerap terjadi saat libur panjang. Bercermin pada libur panjang saat Agustus dan Oktober lalu, okupansi hotel mengalami peningkatan sebesar 5% dari rata-rata tingkat keterisian saat tidak ada libur panjang yaitu 30-40%.

Kenaikan okupansi saat libur panjang tersebut dinilai kecil, bahkan tidak berdampak pada kenaikan rata-rata harga kamar. Namun demikian, kenaikan okupansi tersebut menjadi harapan bagi hotel dan pelaku pariwisata untuk bertahan.

Adapun sepanjang 2019 lalu, tingkat okupansi hotel yang paling rendah hanya sebesar 40%. "Itu pun hanya berlangsung satu bulan," ujar dia.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement