Rizieq Shihab Tolak Penelusuran Kontak, Mahfud: Bisa Diancam Pidana

Rizky Alika
30 November 2020, 10:07
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq menyapa massa di Petamburan III, Jakarta Pusat, Selasa (10/11/2020).
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq menyapa massa di Petamburan III, Jakarta Pusat, Selasa (10/11/2020).

Pemerintah menyayangkan sikap pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab yang menolak dilakukan penelusuran kontak (tracing) Covid-19. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD pun mengatakan, sikap tersebut bisa diancam pidana sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Ia menyebutkan, siapa yang menghalang-halangi petugas untuk menyelamatkan masyarakat sesuai tugas pemerintah, maka siapapun dia bisa diancam KUHP Pasal 212 dan 216. "Jadi ada perangkat hukum di sini yang bisa diambil oleh pemerintah," kata Mahfud usai rapat di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Minggu (30/11).

Advertisement

Adapun, Pasal 212 KUHP menyebutkan, barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karaena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Sedangkan, Pasal 216 ayat (1) KUHP berbunyi barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

Mahfud menegaskan, pemerintah akan terus melakukan proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini dilakukan guna menjalankan kebaikan bersama serta untuk memenuhi tugas negara.

Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memang diatur ketentuan hak pasien untuk tidak membuka atau meminta agar catatan kesehatannya untuk dilindungi. "Setiap pasien berhak untuk meminta agar catatan kesehatannya tidak dibuka kepada umum," ujar Mahfud.

Namun, ia memastikan adanya penerapan asas lex specialis derogat legi generali, yaitu mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

Kemudian, lanjut dia, berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, catatan kesehatan seseorang bisa dibuka dengan alasan tertentu.

Berikut adalah Databoks penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia:

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement