RPP PHK Turunan UU Cipta Kerja Dirilis, Pesangon Bisa Dibayar Separuh

Pingit Aria
30 Januari 2021, 12:39
Sejumlah massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta, Selasa (29/12/2020). Aksi unjuk rasa yang serentak dilaksanakan di 18 daerah tersebut menyuarak
Adi Maulana Ibrahim |Katadata
Sejumlah massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta, Selasa (29/12/2020). Aksi unjuk rasa yang serentak dilaksanakan di 18 daerah tersebut menyuarakan dua isu, yaitu menolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja serta menuntut kenaikan Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK) 2021.

Pemerintah akhirnya merilis Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) bidang Ketenagakerjaan yang merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 tentang Cipta Kerja. Sebelumnya, klaster ketenagakerjaan adalah salah satu topik yang paling banyak mendapat sorotan dalam pembahasan UU Cipta Kerja.

Yang terbaru, pada Jumat (29/1), laman resmi UU Cipta Kerja memuat RPP Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Serta Pemutusan Hubungan Kerja.

Dalam draf 60 halaman tersebut dinyatakan, korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena perusahaan tutup dan merugi hanya bisa mengantongi pesangon 0,5 kali dari patokan yang diatur dalam Pasal 39 (2) RPP tersebut. Namun, pekerja yang di-PHK tetap mendapatkan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

Ketentuan tersebut juga berlaku untuk korban PHK karena terjadi pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. Begitu juga korban PHK dari perusahaan melakukan efisiensi karena mengalami kerugian.

Kemudian, perusahaan yang tutup setelah mengalami kerugian selama 2 tahun juga boleh membayarkan pesangon setengah dari ketentuan pasal 39. Begitu juga perusahaan tutup akibat keadaan memaksa (force majeur), dan perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang akibat kerugian.

Berikutnya, perusahaan pailit, dan pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut.

Sementara itu, uang pesangon dipangkas seperempatnya untuk alasan PHK keadaan memaksa (force majeure) yang tidak mengakibatkan perusahaan tutup. Dalam hal ini, pekerja/buruh mendapatkan uang pesangon sebesar 0,75 kali ketentuan Pasal 39 ayat 2, uang penghargaan dan uang penggantian hak.

Sebelumnya, gelombang PHK telah terjadi akibat pandemi Covid-19. Simak Databoks berikut: 

Uang pesangon diberikan 1 kali ketentuan Pasal 39 ayat 2 berlaku untuk korban PHK yang disebabkan perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh.

Selanjutnya karena pengambilalihan perusahaan, perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian, perusahaan tutup yang disebabkan bukan karena perusahaan mengalami kerugian, perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang bukan karena perusahaan mengalami kerugian, dan permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35.

Untuk korban PHK karena alasan di atas juga mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan pasal 39 ayat 3, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 39 ayat 4.

Berikut adalah ketentuan uang pesangon dalam Pasal 39 Ayat 2 dalam RPP tersebut:

- masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah
- masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah
- masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah
- masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah
- masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah
- masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah
- masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah
- masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah
- masa kerja 8 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 8 bulan upah
- masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

Sejauh ini belum ada keterangan resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan yang menjelaskan draf RPP Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Serta Pemutusan Hubungan Kerja.

Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tetap menolak draf RPP tersebut. KSPI mengajukan gugatan uji formil dan meteriil UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi dan saat ini telah masuk masa persidangan.

“KSPI menolak membahas semua RPP turunan dari UU Cipta Kerja karena UU nya sendiri ditolak oleh KSPI,” kata Presiden KSPI, Said Iqbal.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...