Menuai Kontroversi, Jokowi Cabut Lampiran Perpres Investasi Miras

Rizky Alika
2 Maret 2021, 14:41
Petugas Satpol PP memecahkan botol minuman keras (Miras) lokal hasil operasi gabungan Satpol PP dan Polres Blitar saat pemusnahan barang bukti di halaman Pendopo Sasana Adhi Praja, Blitar, Jawa Timur, Selasa (12/5/2020). Pemusnahan tersebut bertujuan untu
ANTARA FOTO/Irfan Anshori/hp.
Petugas Satpol PP memecahkan botol minuman keras (Miras) lokal hasil operasi gabungan Satpol PP dan Polres Blitar saat pemusnahan barang bukti di halaman Pendopo Sasana Adhi Praja, Blitar, Jawa Timur, Selasa (12/5/2020). Pemusnahan tersebut bertujuan untuk menekan peredaran minuman keras, serta menjaga kesucian bulan Ramadhan, sekaligus menekan angka kriminalitas selama Ramadhan hingga jelang Idul Fitri.

Presiden Joko Widodo membatalkan lampiran III Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 yang terkait pembukaan investasi dalam industri minuman keras mengandung alkohol. Jokowi mengatakan, keputusan itu diambil setelah mendengarkan usulan dari para ulama.

Masukan berasal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, ormas-ormas lain, serta tokoh-tokoh agama. Kemudian, masukan juga datang dari sejumlah daerah dan provinsi.

Advertisement

"Saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (2/3).

Sebagaimana diketahui, lampiran III Perpres 10/2021 nomor 31, 32, dan 33 disebutkan bidang usaha yang dibuka untuk investasi ialah industri minuman keras mengandung alkohol, industri minuman mengandung alkohol anggur, dan industri minuman mengandung malt. Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.

Adapun, investasi pada ketiga bidang tersebut baru dapat dilakukan di Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua dengan memerhatikan budaya dan kearifan setempat. Penanaman modal di luar wilayah tersebut dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.

Selain itu, investasi pada industri minuman keras bisa dilakukan oleh semua skala investor, baik besar hingga koperasi dan UMKM. Hal ini berlaku bagi investor dari dalam negeri.

Dalam aturan itu disebut, investor asing bisa melakukan investasi dengan nilai lebih dari Rp 10 miliar di luar nilai tanah dan bangunan. Namun, penanam modal asing wajib membentuk perseroan terbatas.

Dalam Databoks berikut tampak bahwa impor minuman beralkohol sempat melonjak pada 2018, namun kembali menurun pada 2019: 

Sebelumnya, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas mengatakan, NU menolak Perpres 10/2021, khususnya lampiran III nomor 31, 32, dan 33. Sebab, minuman khamer merupakan sumber kejahatan.

"Minuman khamer yaitu sumber kejahatan, telah merajalela, bahkan mereka menganggapnya sesuatu yang dibanggakan," ujar dia.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Hari Wibowo mengatakan, keuntungan yang diperoleh dari investasi minuman keras tidak sebesar dengan kerugian yang ditimbulkan.

Kerugian tersebut terjadi akibat adanya peminum alkohol yang berlebihan. "Investasi minuman keras kalau besar, paling hanya beberapa triliun. Ditambah ada dampak berganda, seperti penyerapan tenaga kerja. Tetapi kecil dibanding kerugiannya," kata Dradjad saat dihubungi Katadata, Senin (1/3)

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement