Geger Investasi Miras, Lebih Besar Mudarat daripada Maslahat?
- Investasi miras semula akan dibuka melalui Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang merupakan turunan UU Cipta Kerja.
- Investasi miras yang terdaftar sebelum dilarang pada 2016 akan tetap berjalan.
- Hingga kini terdapat 109 industri miras yang beroperasi secara legal di Indonesia.
Baru sebulan ditandatangani, Presiden Joko Widodo sudah membatalkan aturan yang membuka keran investasi minuman keras alias miras di Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 itu belum sempat berlaku tapi sudah memicu kontroversi.
Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. Di dalamnya, pada Lampiran III tercantum 46 bidang usaha yang terbuka untuk investasi baru dengan persyaratan tertentu, termasuk industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt.
Adapun, investasi pada ketiga bidang tersebut dapat dilakukan di Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Penanaman modal di luar wilayah tersebut dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.
Peraturan itu merupakan pengganti Perpres Nomor 44 Tahun 2016 yang memasukkan miras dalam daftar negatif investasi. Presiden Jokowi menandatanganinya pada 2 Februari 2021. Selanjutnya, Kementerian Sekretariat Negara mempublikasikannya pada 21 Februari 2021.
Keriuhan pun terjadi. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas menolak aturan itu karena miras merupakan sumber kejahatan. "Minuman khamer yaitu sumber kejahatan, telah merajalela, bahkan mereka menganggapnya sesuatu yang dibanggakan," ujarnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, beberapa organisasi dan sejumlah tokoh agama Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha pun menyerukan hal senada. Seruan itu pun sampai ke telinga Presiden.
"Lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Jokowi di Istana Merdeka, Selasa (2/3).
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, semula pembukaan investasi pada industri miras dengan mempertimbangkan sejumlah faktor. Di antaranya, masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat mengenai kearifan lokal di beberapa daerah.
Sebagai contoh, arak Bali cukup dikenal oleh para wisatawan di Pulau Dewata. NTT juga memiliki sopi atau sophia sebagai miras lokal. Namun, kearifan lokal itu tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal karena ada larangan investasi.
"Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan diolah untuk produk ekspor, maka dilakukan (pembukaan investasi dengan syarat)," ujar Bahlil dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (3/2).
Kini, lampiran Perpres yang rencananya baru akan berlaku pada 4 Maret 2021 itu dibatalkan. Bahlil pun mengaku belum ada calon investor yang berencana menanamkan modal pada industri miras.
Namun, sebelum berlakunya larangan pada Perpres Nomor 44 Tahun 2016, pemerintah sudah menerbitkan 109 izin investasi miras di 13 provinsi. Izin lama ini tetap berlaku meski pemerintah tidak akan membuka pintu untuk investasi baru.
Berikut Databoks impor minuman keras beberapa tahun terakhir:
Tak Berdampak Besar
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Dradjad Hari Wibowo mengatakan, keuntungan yang diperoleh dari investasi minuman keras tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan.
"Investasi minuman keras kalau besar, paling hanya beberapa triliun. Ditambah ada dampak berganda, seperti penyerapan tenaga kerja. Tetapi kecil dibanding kerugiannya," kata Dradjad saat dihubungi Katadata, Senin (1/3)