PPN Direncanakan Naik 12%, Pengusaha Retail Akan Makin Sulit Berjualan
Pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dari sebelumnya 10%. Jika benar-benar berlaku, kenaikan PPN ini dinilai akan mengganggu kinerja penjualan retail.
Rencana kenaikan PPN tersebut masuk dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang akan dibahas pemerintah dan DPR.
Ketua umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan, rencana pemerintah ini akan membuat daya beli masyarakat menurun. Sebab, kenaikan PPN akan membuat harga barang semakin mahal.
Tak hanya konsumen, pengusaha retail pun akan terkena dampaknya. “Kalau begini, kami jadi susah jual barang. Karena mau tidak mau, harga harus kita naikkan,” kata Budihardjo kepada Katadata, Selasa (8/6).
Ia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikkan tarif PPN karena kondisi perekonomian masih belum pulih. “Saat ini, kami berharapnya pemerintah memberikan stimulus untuk sektor retail berupa penghapusan PPN dari harga barang dan jasa selama beberapa bulan,” kata dia.
Simak Databoks berikut:
Menurut Budihardjo, ketika ekonomi pulih, pemerintah perlu menggenjot penerimaan negara. Namun, hal itu sebaiknya dilakukan dengan memperluas jumlah wajib pajak, bukan menaikkan tarif PPN.
Berdasarkan draf RUU KUP, tarif PPN ditetapkan 12%. Namun, tarif dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%. Perubahan tarif diatur dengan peraturan pemerintah setelah disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pemerintah juga akan mengenakan tarif berbeda pada setiap barang/jasa. Tarif berbeda sebagaimana dimaksud dikenakan paling rendah 5% dan paling tinggi 25%. Ketentuan mengenai jenis Barang Kena Pajak tertentu, Jasa Kena Pajak tertentu, Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Sementara itu, pemerintah juga menerapkan tarif PPN 0% iterapkan atas ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.