Pahami Risiko Pay Later, Fitur Penggoda Milenial Berbelanja

Pingit Aria
28 September 2019, 06:30
Head of Strategy and Innovation Lab OVO Abraham Viktor
OVO
Head of Strategy and Innovation Lab OVO Abraham Viktor

Dewi Rianty hari itu tampak tak bersemangat. Bukannya mengerjakan proposal yang menjadi tugasnya, layar komputer di depan perempuan milenial itu menampilkan laman online travel agent. Rupanya ada diskon besar-besaran di sana.

“Aku mau liburan tapi belum gajian. Padahal kalau tidak beli tiketnya sekarang, bisa ketinggalan promo,” keluh Dewi pada Indra, rekan semejanya. Hari itu, Rabu (25/9), adalah dua hari menjelang tanggal gajian di kantor mereka.

“Kenapa enggak pakai fitur pay later? Jadi bisa beli sekarang, bayarnya nanti waktu gajian,” kata Indra.

Maka siang itu juga, setelah mendaftarkan identitasnya secara online untuk mendapat fasilitas pay later, Dewi berhasil membeli tiket perjalanan Jakarta-Tokyo (pp) seharga Rp 3 juta saja. Pembayaran akan dicicilnya dalam tiga bulan.

Fitur pay later adalah salah satu tren yang diminati milenial belakangan ini. Beberapa perusahaan aplikasi besar seperti Gojek, OVO, Tokopedia dan Traveloka gencar mempromosikan fitur ini di platformnya. Aplikasi seperti Akulaku dan Kredivo pun menawarkan fasilitas kredit tanpa kartu kredit dengan manfaat serupa. Fasilitas ‘beli sekarang bayar belakangan’ pun dapat dipakai untuk travelling, pembelian makanan, transportasi hari-hari hingga banyak produk konsumsi lainnya.

(Baca: BI Dorong Kolaborasi Bank dan Fintech Agar Bunga Pinjaman Turun)

Terkesan memudahkan bagi konsumen memang, namun jika tidak berhati-hati risiko lilitan utang menanti. Maka, sisi positif pay later perlu diimbangi juga dengan pemahaman atas potensi risiko yang bisa ditimbulkannya.

“Yang terlihat mudah di permukaan belum tentu mudah selamanya, kata Alexander Adrianto Tjahyadi, Audit and Assurance Partner Grant Thornton Indonesia, Jumat (27/9).

Menurutnya, sebelum menggunakan fasilitas pay later, konsumen harus menghitung dulu kebutuhan dan kemampuan mereka. “Substansi Pay later adalah instrumen kredit yang pasti ada konsekuensi finansial yang dapat merugikan jika tidak dipergunakan secara bijaksana dan seksama,” katanya.

Berikut lima risiko penggunaan pay later yang perlu dipahami sebelum menggunakan pay later menurut Grant Thornton, organisasi global yang menyediakan jasa assurance, tax, dan advisory:

  • Mendorong perilaku konsumtif

Tanpa disadari, kemudahan untuk membeli sekarang dan bayar belakangan memberikan dorongan impulsif dalam bertransaksi. Kalau sudah begini, sering kali yang terbeli justru barang-barang yang tidak diperlukan.

Jangan lupa, pelaku usaha juga memiliki strategi untuk menghabiskan produk mereka yang tidak terlalu laku. Maka barang atau jasa inilah yang akan jadi yang paling gencar dipromosikan.

(Baca: Sebanyak 127 Fintech Pinjaman Sudah Melayani 15 Juta Penduduk)

  • Ada biaya yang tidak disadari

Masyarakat terutama milenial sangat menyukai kecepatan dan kepraktisan. Terkadang mereka tidak menyadari adanya berbagai biaya yang langsung aktif saat mereka menggunakan fitur pay later. Di antaranya ada biaya subscription, biaya cicilan dan biaya lainnya yang dapat berbeda jumlahnya pada tiap aplikasi. Biaya ini kerap disesali saat tagihan datang.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...