Beda dengan Taksi Online, Ini Alasan Ojek Online Belum Ada Regulasinya
Ketiadaan regulasi menjadi persoalan yang seringkali diusung pengemudi ojek online saat berunjuk rasa. Meski begitu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih mengkaji aturan ojek online, sebab dinilai bertentangan dengan program Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK).
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kemenhub Budi Setiyadi mencatat, 75% kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kendaraan roda dua. "Kalau kami regulasi, seakan kami melegalkan sepeda motor menjadi angkutan umum. Itu kontra produktif dengan program RUNK," ujarnya di kantor Go-Jek, Jakarta, Selasa (27/11).
Bagaimanapun, pemerintah tetap mengakomodir keinginan para mitra pengemudi ojek online untuk mendapat payung hukum. Kementetrian Perhubungan akan mengkaji aturan terkait ojek online supaya tidak merugikan pihak manapun. "Nanti kami akan diskusi dengan para pakar," kata Budi.
Selain itu, ia akan berdiskusi dengan Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait Undang-Undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hanya, menurut dia kajian mengenai aturan ojek online paling cepat kemungkinan dilakukan tahun depan.
(Baca juga: Diancam Kemenhub, Ini Cara Go-Jek Rangkul Mitra Pengemudi)
Dia juga sudah bertemu dengan aliansi ojek online seperti Gerakan Aksi Roda Dua (Garda), terkait aturan ojek online. Ia pun mendorong aliansi ojek online untuk berdiskusi dengan akademisi terkait payung hukum yang sesuai untuk mengatur ojek online. Dengan begitu, tuntutan para pengemudi ojek online seperti tarif bisa diakomodasi pemerintah.