Pemerintah Wacanakan Tambahan Insentif Pajak bagi Perusahaan Inovatif

Pemerintah berencana meningkatkan insentif berupa pengurangan pajak kepada perusahaan inovativ yang melakukan penelitian dan pengembangan (research and development/R&D). Besaran insentifnya bisa melebihi 100%, sehingga disebut super deduction.
"Berapanya? Saya belum bisa bilang. Tapi tidak kurang dari 100%," tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai peluncuran Making Indonesia 4.0 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (4/4).
Sementara, saat ini insentif tersebut hanya sebesar 25% dari biaya R&D yang dikeluarkan. Nantinya, peningkatan insentif untuk R&D ini bakal tertuang dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang drafnya masih dikaji bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menyatakan, seleksi untuk perusahaan yang berhak mendapat insentif ini harus dilakukan secara ketat. Sebab, perusahaan bisa saja mengakui biaya R&D lebih dari 100% dari modal, alhasil laba yang dilaporkannya menurun sehingga pajak yang dibayarkan berkurang. "Kami masih kaji bersama Kemenperin," kata dia.
Tujuan dari peningkatan insentif ini supaya Indonesia lebih berdaya saing dengan negara lain. Apalagi, data Bank Dunia menunjukkan, bahwa pengeluaran untuk R&D Indonesia hanya sebesar 0,08% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2013. Jumlah tersebut jauh lebih kecil dibanding Korea Selatan 4,14%; Israel 4,21%; Jepang 3,47%; Amerika Serikat (AS) 2,8%; Cina 2,01%; Singapore 2%; Malaysia 1,13%; Thailand 0,38%; Vietnam 0,19%; dan, Filipina 0,1%.
(Baca juga: Dorong Daya Saing Global, Kemenperin Luncurkan Peta Jalan Industri 4.0)
Selain itu, menurut Suahasil, pemerintah juga akan memberikan insentif pajak bagi perusahaan-perusahaan yang mendukung pendidikan vokasi. "Yang vokasi, mungkin dalam waktu dekat (keluar)," ujarnya.
Adapun dari sisi pendidikan vokasi, perusahaan bisa terlibat bukan hanya dalam bentuk program sendiri, tetapi juga sumbangsih peralatan, tenaga ahli sebagai pengajar, hingga bantuan modal.
Lantas, pemerintah juga membebaskan pajak dividen bagi modal ventura yang mau membiayai perusahaan rintisan (startup) dengan omset hingga Rp 50 miliar. Hal itu bertujuan, supaya modal ventura semakin leluasa memberikan pinjaman kepada startup, khususnya di sektor digital.
(Baca juga: Jokowi Tak Percaya Robot Gantikan 800 Juta Pekerja pada 2030)
Sebelumnya, data Danny Darussalam Tax Center mencatat bahwa super deduction sudah lebih dulu diterapkan oleh negara tetangga. Malaysia, misalnya, memberikan tambahan 100% untuk biaya R&D. Singapura bahkan memberikan tambahan sampai 300% untuk pengeluaran R&D yang memenuhi kualifikasi production and innovation scheme sampai dengan jumlah tertentu.
Sedangkan Jepang memberikan insentif berupa tax credit, yaitu kredit berbasis volume sebesar 12% dari total pengeluaran R&D bagi perusahaan kecil dan menengah; kredit berbasis volume sebesar 8%-10% dari total pengeluaran R&D bagi perusahaan besar; dan, kredit berbasis incremental sebesar 5% untuk semua jenis perusahaan.