Jokowi Tak Percaya Robot Gantikan 800 Juta Pekerja pada 2030
Presiden Joko Widodo tidak percaya kajian McKinsey yang menyebut bahwa lapangan kerja untuk 800 juta orang akan hilang akibat otomatisasi dan teknologi robot pada 2030. Menurutnya, dengan perencanaan dan antisipasi yang tepat, hal itu bisa dihindari.
"Maksudnya Mckinsey, 800 juta pekerja di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaannya karena diambil alih oleh robot dan mesin dalam 12 tahun ke depan. Nah kalau yang ini saya nggak percaya," ujarnya saat peluncuran Making Indonesia 4.0 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (4/4).
Menurut dia, revolusi industri 4.0 akan memberi peluang sekaligus ancaman. Namun akan bagaimana itu berlangsung? Menurut dia, itu semua tergantung dari pemerintah dan masyarakatnya. Oleh sebab itu, ia meminta semua pihak mempersiapkan diri.
Jokowi menyebut, beberapa hal yang perlu dipelajari pada era digital ini adalah komputasi awan (cloud), kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), dan konsep transfer data melalui jaringan (Internet of Thing/IoT). "Hati-hati. Semua harus mengerti ini," kata dia. Dengan pemahaman tersebut, para pelaku usaha Indonesia diharapkan lebih berdaya saing.
Ia melihat beberapa negara memang sudah melakukan otomasi. Contohnya, bandara dan hotel di Singapura sudah menggunakan robot untuk bagian kebersihan. Pemerintah Arab Saudi pun berencana menggunakan teknologi 3D printing untuk 25% bangunan di Dubai selama 20 tahun ke depan. Yang mana, 3D printing ini bisa menghemat biaya konstruksi hingga 75% dari yang konvensional.
"Saya percaya McKinsey, kalau dampak revolusi 4.0 bisa 10 kali lebih cepat dan 300 kali lebih luas dibanding yang pertama," tutur dia.
(Baca juga: Pemerintah Siapkan Lima Sektor Industri Masuki Era Data dan Robot)
Oleh sebab itu, ia mengapresiasi langkah Kementerian Perindustrian mengadakan program Making Indonesia 4.0 sebagai kegiatan rutin. Yang mana, program ini akan membantu pemerintah memahami dan mengantisipasi segala perkembangan teknologi dari waktu ke waktu.
"Program ini di dalamnya terdapat beberapa aspirasi besar untuk membangun Indonesia secara menyeluruh dengan implementasi Indonesia capai top 10 ekonomi global pada 2030," ujar dia.
Hanya, ia berharap pertumbuhan ekonomi--yang ditopang oleh teknologi--ini bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya perusahaan besar tetapi juga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Jokowi juga berharap, pertumbuhan ekonomi tersebut berkesinambungan. Untuk itu, ia mendorong agar produktivitas meningkat dengan adopsi teknologi dan inovasi, sehingga ekspor netto bisa kembali berkontribusi 10% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Dalam aspirasi “Making Indonesia 4.0” juga tercantum tujuan untuk mewujudkan pembukaan 10 juta lapangan kerja baru di 2030. Tentu hal ini akan menjadi suatu landasan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa datang," kata Jokowi.
Setidaknya, ada lima industri yang menjadi fokus implementasi Industri 4.0 yaitu makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia. Kelima industri ini diharapkan membawa efek ungkit yang besar terhadap daya saing dan kontribusinya untuk mencapai 10 besar ekonomi dunia pada 2030. Namun demikian, "tidak berarti bahwa sektor lain tidak perlu mengimplementasikan Industri 4.0," kata dia.
(Baca juga: Menperin Promosikan Solusi Ekonomi Digital di Sektor Industri)
Untuk bisa mewujudkan hal itu, kata Jokowi, perlu langkah strategis yang melibatkan beragam pemangku kepentingan. Teknologi yang tersedia harus mampu diterjemahkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing sektor industri, sehingga bisa tepat sasaran. Riset, kajian, uji coba dan perbaikan teknologi yang bersifat aplikasi, kata dia, adalah keharusan untuk menopang kuatnya penerapan industri 4.0 secara berkesinambungan.
"Pemangku kepentingan, sesuai dengan perannya, harus mampu bekerja bersama memfasilitasi implementasi industri 4.0," tuturnya.