Proyek Amazon dan Ketatnya Persaingan Bisnis Data Center di Indonesia
Perusahaan teknologi raksasa asal Amerika Serikat (AS), Amazon, tengah membangun infrastruktur pusat data (data center) di Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengungkapkan, fasilitas pusat data Amazon Web Service (AWS) itu akan rampung tahun depan.
Seperti diketahui, Amazon adalah perusahaan teknologi milik orang terkaya dunia, Jeff Bezos. "Salah satu perusahaan digital terbesar berivestasi sekitar Rp 30-40 triliun untuk membangun data center," kata Emil dalam West Java Invesment Summit 2020 yang disiarkan secara virtual, Senin (16/11).
Menurutnya, investasi data center oleh Amazon tersebut tak hanya akan melayani wilayah Indonesia saja, tapi juga beberapa negara lain di Asia Tenggara.
"Kami sedang melakukan inovasi digital, beralih ke digital. Dan saya sangat bangga, Jawa Barat akan punya bakcbone data center yang akan melayani perusahaan digital bahkan di seluruh ASEAN," kata dia.
Sebenarnya, rencana pembangunan pusat data Amazon Web Service ini sudah ada sejak September 2018 lalu. Saat itu, Vice President Amazon Wernel Vogels menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan dan menyatakan rencana investasi senilai US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Investasi tahap awal tersebut digunakan untuk mengembangkan layanan data center selama 10 tahun.
Bergerak di bidang e-commerce hingga cloud computing, Amazon kini merupakan merek termahal di dunia. Simak Databoks berikut:
Proyek Besar Amazon
Sementara itu, Country Leader Amazon Web Service (AWS) Indonesia Gunawan Susanto memastikan bahwa AWS akan membuka data center pertamanya di Indonesia pada akhir 2021. Meski, ia tak menyebutkan detail lokasi proyeknya.
Yang pasti, Amazon telah mengumumkan Jakarta sebagai salah satu region baru AWS di kawasan Asia Pasifik. "Jakarta menjadi salah satu region baru AWS yang akan mempunyai tiga availability zones (zona ketersediaan), di mana masing-masing zona ketersediaan akan memiliki minimal satu data center," kata Gunawan di acara AWS Media Briefing 2019 di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, AWS sudah memiliki enam region lainnya di kawasan Asia Pasifik, termasuk Singapura, Sydney, Tokyo, Seoul, serta Hongkong. Secara global, AWS sudah memiliki 22 region dengan 69 zona ketersediaan. "Ke depannya, berbarengan dengan Jakarta, Milan (Italia) dan Cape Town (Afrika Selatan) juga akan menjadi region baru AWS," kata Gunawan.
Senior Technical Evangelist AWS ASEAN Donnie Prakoso mengungkapkan bahwa kehadiran tiga zona ketersediaan di region Jakarta tidak benar-benar berada di wilayah DKI Jakarta. Sebab, tiap-tiap zona ketersediaan akan dibangun dengan jarak tertentu.
Strategi ini digunakan untuk mengantisipasi potensi bencana alam. "Sehingga kalau ada bencana seperti banjir atau gempa bumi di satu zona, tidak akan mengganggu operasional zona lainnya. Jadi zona ketersediaan ini saling back up satu sama lain," ujarnya.
Lebih jauh lagi Donnie menjelaskan tiap zona ketersediaan memiliki setidaknya satu pusat data dibangun dengan desain tertentu. Zona ketersediaan itu harus terisolasi, namun tetap terhubung satu sama lain dengan fiber optic.
AWS menawarkan lebih dari 160 fitur yang bisa dimanfaatkan oleh pelanggannya, mulai dari fitur keamanan, penyimpanan data, hingga internet of things (IoT) dan artificial intelligence (AI). Di Indonesia, beberapa pelanggan AWS adalah Kumparan, Halodoc, Grab, Traveloka, Kredivo, Elevenia, Zalora, DBS Bank, Iflix, hingga Sociolla.
Persaingan Empat Raksasa
Selain Amazon, Google dan Alibaba juga membangun pusat data di Indonesia. Pada akhir Juni 2020 lalu, Google telah meluncurkan pusat data (data center) komputasi awan (cloud) di Jakarta.
CEO Google Cloud Thomas Kurian mengatakan, perusahaan berfokus pada kebutuhan pelanggan dalam menyediakan solusi berbasis teknologi. Tak hanya mengincar perusahaan swasta, Google juga menawarkan solusi olah data pada lembaga pemerintah.
“Anda dapat menyimpan data enkripsi sepanjang waktu saat memprosesnya. Pemerintah dapat mempercayai solusi ini, dengan kemampuan pengawasan dan keamanan,” kata Kurian saat round table VIP Next On Air pada 17 Juli 2020 lalu.
Sementara itu, raksasa teknologi asal Tiongkok Alibaba telah lebih maju. Perusahaan yang didirikan oleh Jack Ma itu bakal meluncurkan pusat data (data center) ketiga di Indonesia awal 2021. Selain pusat data, Alibaba juga menyiapkan pusat scrubbing data dalam melindungi pelanggannya dari serangan siber.
Country Manager Alibaba Cloud Indonesia Leon Chen mengatakan, perusahaan menambah pusat data di Indonesia, karena permintaan layanannya cukup tinggi. "Banyak perusahaan mulai mengadopsi teknologi komputasi awan (cloud) untuk keperluan data di tengah pandemi. Banyak bisnis, termasuk bank yang memindahkan infrastruktur teknologi informasi mereka ke cloud ketika pandemi," kata Leon, dalam video conference.
Ia menjelaskan, sejak pusat data pertama kali diluncurkan di Indonesia pada 2018 lalu, Alibaba berkomitmen untuk berinvestasi pengembangan teknologi cloud. Total, perusahaan mengalokasikan dana US$ 28 miliar untuk pengembangan infrastruktur cloud dan data intelligence di Indonesia dalam beberapa tahun.
Selain Amazon, Google, dan Alibaba, satu lagi raksasa dalam bisnis data center adalah Microsoft. Nama yang terakhir disebut, melalui sayap perusahaan, Microsoft Azure baru menyatakan minat untuk membangun pusat data di Indonesia.
Rencana investasi senilai US$ 1 miliar itu diungkapkan dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dengan CEO Microsoft Satya Nadella pada Februari 2020 lalu. "Saya pikir beliau (Jokowi) menangkap (rencana) kami dengan sangat baik, terkait dengan apa yang ingin kita capai sebagai pengembang teknologi," ujar Nadella saat itu.
Bisnis data center di Indonesia memang sangat potensial seiring pesatnya pertumbuhan pengguna internet di Tanah Air. Apalagi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah merilis Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 soal Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).
Salah satu poin dalam regulasi tersebut, semua perusahaan digital yang beroperasi di Indonesia wajib mendaftar ke pemerintah untuk mengetahui data-data yang mereka pergunakan. Selain itu, untuk data yang tergolong data strategis dan menyangkut sektor publik, penempatan data center-nya harus di dalam negeri.
Regulasi ini juga sejalan dengan rencana pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Selain itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate juga tengah menyusun aturan tentang data center.
Rancangan yang disusun sejak awal 2020 ini menyangkut sektor keuangan, kesehatan masyarakat, pendidikan, pertahanan negara, dan data kependudukan. Selain itu, disebutkan bahwa penyedia jasa clouds computing provider seperti Amazon, Google, Alibaba dan Microsoft, dapat memberikan data hanya dalam hal pengawasan dan penegakan hukum.