Dapat Izin Frekuensi 5G, Smartfren Targetkan Pertumbuhan Pelanggan 30%
Smartfren menjadi salah satu perusahaan yang lolos evaluasi administratif lelang pita frekuensi 2,3 GHz, sebagai kandidat untuk jaringan internet generasi kelima atau 5G tahun lalu. Dengan gencarnya pengembangan adopsi 5G, perusahaan beharap bisa meningkatkan jumlah pelanggan.
Deputy CEO Smartfren Djoko Tata Ibrahim mengatakan, jaringan pita frekuensi yang baru didapatkan dari lelang itu bisa memperluas jangkauan akses internet milik Smartfren, sekaligus sebagai sarana persiapan jaringan 5G.
Perusahaan berencana untuk melakukan uji coba 5G dengan frekuensi baru itu. "Kami siap uji coba 5G terakhir, pada 20 Januari ini," katanya dalam acara konferensi pers virtual pada Kamis (7/1).
Smartfren juga sudah menguji coba jaringan 5G sejak tahun lalu. Bahkan, sebenarnya operator seluler ini berencana menyediakan layanan 5G untuk konsumen individu pada pertengahan pertengahan tahun lalu, tetapi terkendala pandemi Covid-19.
Dengan adanya 5G, perusahaan berharap bisa memperbesar pangsa pasar pengguna layanan internet di Indonesia. Sebab, persaingan di sektor telekomunikasi semakin ketat.
Melalui hadirnya teknologi terbaru, Djoko berharap minat masyarakat dalam menggunakan layanannya semakin tinggi. "Tumbuh double digit, 25-30% tahun ini," kata Djoko. Pada 2020 perusahaan sudah mencapai hampir 30 juta pelanggan.
Untuk mencapai target tersebut, selain dengan cepat adopsi 5G, perusahaan mendorong jumlah laju trafik. "Kami juga tambah investasi dari infrastruktur seperti base transceiver station (BTS) baru," ujarnya.
Berikut adalah Databoks yang berisi sejumlah teknologi paling transformatif di dunia, termasuk 5G:
Sebelumnya, dalam riset yang bertajuk ‘Ericsson Mobility Report 2020, operator seluler yang lebih cepat mengadopsi 5G akan mendapatkan keuntungan berupa peningkatan pangsa pasar yang lebih besar hingga 2030.
Head of Network Solutions Ericsson Indonesia Ronni Nurmal mencontohkan Telstra, operator pertama di Australia yang mengembangkan 5G. "Perusahaan ini bisa kuasai 50% pangsa pasar layanan seluler di negaranya," kata Roni dalam acara peluncuran ‘Ericsson Mobility Report 2020’ secara virtual, Selasa (8/12) lalu.
Kemudian, LGU di Korea Selatan yang diklaim mempunyai daya tawar pangsa pasar besar setelah mengembangkan 5G pertama di negaranya. “Teknologi ini membuka kemungkinan keunggulan kompetitif," katanya.
Riset itu juga menyebut bahwa operator seluler Indonesia bisa meraup pendapatan US$ 8,2 miliar atau Rp 116,1 triliun pada 2030, jika mengadopsi 5G.
Diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memang sudah menyiapkan opsi agar jaringan 5G bisa diterapkan pada akhir tahun ini. Kementerian pun melelang pita frekuensi 2,3 GHz untuk 5G pada akhir tahun lalu.
Selain Smartfren, dua perusahaan lainnya yang lolos evaluasi administratif lelang pita frekuensi 2,3 GHz adalah Telkomsel dan 3 Indonesia.
Ketiga perusahaan ini menawarkan Rp 144,867 miliar untuk mendapatkan frekuensi 2,3 GHz pada rentang 2360 – 2390 MHz. "Peringkat ini berdasarkan urutan waktu tercepat pada aplikasi pencatatan waktu," demikian dikutip dari siaran resmi Kominfo, akhir tahun lalu (15/12).