Transaksi Digital Melonjak, BI Rombak Aturan Sistem Pembayaran

Fahmi Ahmad Burhan
8 Januari 2021, 18:32
Sebuah kode batang (QR barcode) transaksi nontunai terpasang di rumah makan, di Jakarta, Jumat (18/12/2020). Bank Indonesia (BI) memperpanjang kebijakan gratis biaya transaksi nontunai yang dibebankan ke toko (Merchant Discount Rate/MDR) alias nol persen
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.
Sebuah kode batang (QR barcode) transaksi nontunai terpasang di rumah makan, di Jakarta, Jumat (18/12/2020). Bank Indonesia (BI) memperpanjang kebijakan gratis biaya transaksi nontunai yang dibebankan ke toko (Merchant Discount Rate/MDR) alias nol persen melalui saluran pembayaran untuk usaha mikro hingga 31 Maret 2021.

Transaksi digital melalui perbankan maupun teknologi finansial (fintech) berkembang pesat. Karenanya, Bank Indonesia (BI) merilis regulasi baru. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 22/23/PBI/2020 itu terbit pada 30 Desember 2020 lalu, namun baru akan berlaku pada 1 Juli 2021.

Regulasi yang dibuat ini sesuai dengan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025. Asisten Gubernur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta mengatakan, ada 135 ketentuan lama yang direformasi dalam aturan baru ini.

Advertisement

"Namanya digitalisasi dan inovasi tidak datang sendiri, selalu datang dengan risiko yang perlu dimitigasi,” kata Filianingsih dalam konferensi pers, Jumat (8/1).

Filianingsih menuturkan, PBI yang baru ini didasarkan pada pendekatan berbasis aktivitas dan risiko. Artinya, pendekatannya bukan lagi berbasis kelembagaan seperti aturan lama.

Karena sebagai payung hukum, pengaturannya pun mengedepankan principle-based regulation atau aturan dasar, bukan aturan terperinci dan detil. Oleh karena itu, BI bakal menggandeng Self Regulatory Organization (SRO) sistem pembayaran.

"Karena mereka yang tahu dan ada di depan, lebih mengetahui apa kebutuhan industri. Mulai minggu depan kita akan konsultasi dengan perusahaan yang sudah mendapat izin dan perusahaan yang sedang mengajukan (izin)," sebut Filianingsih.

Salah satu yang menjadi pokok reformasi pengaturan yaitu penyederhanaan dari 9 Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menjadi empat aktivitas Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), dan satu aktivitas Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP).

Selain itu, BI membagi penyelenggaraan sistem pembayaran dalam tiga klasifikasi yaitu Penyelenggara Sistem Pembayaran Sistemik (PSPS), Penyelenggara Sistem Pembayaran Kritikal (PSPK), dan Penyelenggara Sistem Pembayaran Umum (PSPU).

Apa saja pertimbangan masyarakat dalam melakukan pembayaran digital? Simak Databoks berikut: 

Secara umum, ada enam pokok pembahasan dalam regulasi itu. 

Pertama, terkait dengan access policy penyelenggara sistem pembayaran. BI akan melakukan penyesuaian access policy kepada penyelenggara jasa pembayaran berupa perizinan. Izin itu akan diberikan regulator berdasarkan pengelompokan atau kategorisasi jenis sistem pembayaran.

Kedua, terkait dengan kepemilikan saham dan pengendalian domestik. "Diatur juga pemrosesan kelembagaan itu wajib di dalam negeri, kecuali memperoleh persetujuan dari BI," ujarnya.

Ketiga, BI mengatur mengenai klasifikasi penyelenggara sistem pembayaran. Pengklasifikasian didasarkan pada jenis-jenis risiko penyelenggara.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement