Menanti Jurus Pemerintah Menekan Barang Impor di Perdagangan Digital
- Presiden Jokowi menyoroti banyaknya produk impor di platform e-commerce.
- Shopee membantah platformnya didominasi produk impor.
- Regulasi yang terlalu ketat dikhawatirkan menghambat upaya pengembangan ekonomi digital.
Seruan Presiden Joko Widodo untuk membenci produk asing ramai diperbincangkan. Yang membuat Jokowi segeram itu rupanya adalah bisikan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi soal adanya produk impor yang dijual secara curang di e-commerce dan mengancam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Kementerian Perdagangan pun berencana menerbitkan aturan main dalam platform perdagangan digital. Berbagai program diskon dan promosi yang kerap digelar oleh perusahaan-perusahaan e-commerce untuk menarik konsumen tidak boleh disalahgunakan untuk memainkan harga.
"Urusan diskon, ini akan kita regulasi. Jadi tidak bisa sembarangan dengan alasan diskon, perusahaan-perusahaan digital ini melakukan predatory pricing," kata Lutfi saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (4/3).
Predatory pricing adalah strategi pelaku usaha dalam menjual produk dengan harga yang sangat rendah untuk menghancurkan kompetisi pasar. Lutfi bilang, ada sebuah tulisan dari lembaga internasional dunia mengenai hancurnya kegiatan UMKM, terutama fesyen Islam di Indonesia.
Cerita bermula adanya industri rumah tangga yang menjual hijab secara online pada 2016-2018. Industri tersebut mempekerjakan 3.400 orang. Total biaya untuk menggaji karyawan tersebut lebih dari US$ 650.000 per tahun atau setara Rp 9,27 miliar per tahun (kurs Rp 14.266 per US$).
Di puncak kejayaannya, data transaksi perusahaan tersebut disadap oleh platform e-commerce asing menggunakan Artificial Intelligent (AI). Data tersebut menjadi modal untuk membangun industri serupa di Tiongkok, yang produknya dijual di Indonesia. Bea masuk yang dibayarkan sebesar US$ 44 ribu.
Kenapa bisa laku? Hijab yang diproduksi di Tiongkok tersebut dijual dengan harga sangat murah, hanya Rp 1.900 per helai, jauh di bawah biaya produksinya. Akibatnya, UMKM Indonesia kalah saing hingga bangkrut.
Perlu modal jumbo untuk melakukan predatory pricing karena pada tahap awal perusahaan harus menyubsidi dagangannya. Namun, praktik ini dilarang sebab setelah menghancurkan bisnis pesaingnya, pelaku kecurangan itu bisa dengan leluasa memainkan harga. "Ini hal yang dilarang WTO (Organisasi Perdagangan Dunia)," kata Lutfi.
Di Indonesia belum ada larangan predatory pricing di sektor e-commerce. Mendapat lampu hijau dari Jokowi, Kementerian Perdagangan berupaya menerbitkannya dalam waktu dekat.
"Kami jamin, yang kami regulasikan bukan mengimpit perdagangan, tapi memperbaiki perdagangan supaya terjadi exchange antara pedagang dan pembeli dengan lebih adil," kata Lutfi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyadari bahwa perdagangan digital adalah sebuah keharusan. Namun, Indonesia harus menciptakan ekosistem e-commerce yang adil dan bermanfaat.
“Transformasi digital harus tetap menjaga kedaulatan dan kemandirian bangsa. Dan kita, Indonesia, tidak boleh menjadi korban perdagangan digital yang tidak adil,” kata Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan Tahun 2021 di Jakarta, Kamis (4/3).
Mantan Walikota Solo ini menyebut adanya praktik perdagangan digital yang berperilaku tidak adil terhadap UMKM. Ia minta Menteri Perdagangan agar menyelesaikan masalah ini.
“Saya sudah sampaikan ke Pak Menteri Perdagangan. Ini, ada yang enggak benar ini di perdagangan digital kita, membunuh UMKM,” ujarnya.
Menurutnya, perdagangan digital harus meningkatkan TKDN (tingkat komponen dalam negeri). Selain itu, perdagangan digital juga harus memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama usaha kecil, usaha menengah, dan para konsumen rumah tangga.
“Jangan hanya menambah impor,” ujarnya.
Siapa Impor?
Salah satu perusahaan e-commerce yang platform-nya kerap dituduh menjual banyak produk impor adalah Shopee. Namun, perusahaan yang berbasis di Singapura ini membantahnya.
Shopee menyatakan platformnya lebih banyak menjual produk lokal. Shopee bahkan menargetkan 500 ribu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Tanah Air dapat menjual produknya ke luar negeri melalui platformnya.
Shopee meluncurkan program yang bertajuk "500.000 Eksportir Baru" yang dimulai pada awal bulan ini dan ditargetkan rampung pada 2030. "Shopee dan pemerintah akan terus mendorong, mendukung, dan memberikan peluang ekspor bagi para UMKM di Indonesia," kata Head of Public Policy and Government Relations Shopee Indonesia Radityo Triatmojo .
Sebelumnya, Shopee memang telah menggelar Kreasi Nusantara sejak 2019. Tujuannya, memasarkan produk UMKM binaan ke Singapura, Malaysia, dan negara lain di Asia Tenggara. Pada tahun lalu, ada 20 ribu UMKM yang mengikuti program ini.
BACA JUGA
Program "500.000 Eksportir Baru" ini muncul setelah tagar #ShopeeBunuhUMKM dan #SellerAsingBunuhUMKM sempah viral di jagat maya. Tagar itu masuk topik populer (trending topic) di Twitter dengan perbincangan warganet yang menyoroti banyaknya penjualan produk impor di e-commerce.
Perwakilan Shopee Indonesia telah membantah bahwa produk impor mendominasi platform. Menurutnya, ada 98,1% dari empat juta penjual aktif di platform yang merupakan UMKM. Selain itu, hanya 0,1% pedagang lintas negara. Produk dari penjual lokal masih mendominasi di Shopee yakni 97%.
Sementara itu, terkait dengan dugaan predatory pricing, Ketua Asosiasi e-Commerce Indonesia (IdEA) Bima Laga menyatakan bahwa potongan harga dan segala bentuknya mampu menarik minat pembeli dan mendorong cepatnya pertumbuhan ekonomi digital.
Simak Databoks berikut:
Namun, strategi dianggap tidak mendidik konsumen. Sebab, konsumen jadi lebih fokus mencari produk-produk dengan harga murah. “Selama ini, mungkin, atas nama mendorong pertumbuhan ekonomi, hal ini jadi kurang diperhitungkan dampaknya,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa selama ini platform memberi dukungan subsidi berupa diskon tersebut supaya ada penilaian dua arah. Tiap-tiap platform biasanya memiliki kriteria merchant yang layak didorong lewat berbagai program promosi yang disubsidi.
Saat ini, idEA dan seluruh anggotanya sedang fokus mendorong UMKM. “Platform akan mengutamakan pelaku usaha lokal yang jadi merchant mereka untuk disubsidi agar transaksinya meningkat,” tuturnya.
Bima meminta pemerintah betul-betul memperhitungkan wacana pembuatan regulasi untuk mengatur kegiatan promosi di platform e-commerce. Sebab, meski dimaksudkan untuk mencegah praktik predatory pricing, regulasi ini bisa kontraproduktif terhadap upaya mengembangkan ekonomi digital.
“Formula aturannya harus dipikirkan bersama. Bagaimana agar tidak menjadi penghalang tumbuhnya pemain baru yang akan mendorong ekonomi digital Indonesia semakin baik, tapi juga mengamankan usaha kecil supaya juga bisa bertumbuh,” kata dia.