Resesi Ekonomi, Ancaman di Tengah Pandemi
Pandemi Covid-19 belum juga teratasi. Jumlah orang yang terjangkit virus corona di seluruh dunia terus bertambah. Hingga hari ini, jumlah penderita Covid-19 telah melampaui angka 2 juta orang.
Mewabahnya virus corona atau Covid-19 membuat ekonomi banyak negara terpuruk. Dana Moneter Internasional atau IMF memprediksi ekonomi global tahun ini akan tumbuh minus 3% akibat tertekan virus corona.
Proyeksi ini disebut kemerosotan ekonomi terburuk sejak "The Great Depression" (Depresi Besar) yang melanda dunia tahun 1929 dan krisis finansial global 2008-2009 yang saat itu ekonomi tumbuh minus 0,1%. Resesi ekonomi global kini ada di depan mata.
(Baca: Penjualan Mobil Ditarget hanya 600 Ribu Tahun Ini, Pekerja Dirumahkan)
Lalu apa itu resesi? Dikutip dari The Balance, resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam beberapa waktu, umumnya dalam tiga bulan lebih. Sejumlah indikator yang bisa digunakan untuk menandai resesi antara lain terjadi penurunan Produk Domestik Bruto (PDB), merosotnya pendapatan riil, pengangguran bertambah, penjualan retail lesu, dan terpuruknya industri manufaktur.
Saat resesi artinya, pertumbuhan ekonomi ada di angka 0%, bahkan minus dalam kondisi terburuknya. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi selama ini jadi indikator utama dalam mengukur perkembangan dan kemajuan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diwakili oleh peningkatan PDB.
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Beberapa variabel tersebut berupa faktor eksternal yang berada di luar kendali, seperti gejolak ekonomi global, mekanisme pasar, hingga terjadinya wabah.
Sebagian kalangan menyebut negara bisa dikatakan mengalami resesi ketika pertumbuhan PDB sudah negatif dalam dua kuartal berturut-turut atau lebih.
(Baca: Perbankan Masih Kaji Penerapan Penurunan Bunga Kartu Kredit)
Efek resesi Dampak ekonomi saat terjadi resesi sangat terasa dan menimbulkan efek domino. Contohnya, ketika investasi anjlok saat resesi, lapangan pekerjaan akan berkurang sehingga angka pengangguran naik secara signifikan. Produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB.