Rupiah Anjlok Akibat Corona, Operator Telekomunikasi Minta Insentif
Pemerintah memberikan stimulus fiskal berupa penundaan pembayaran pajak penghasilan impor atau PPh pasal 22 selama 6 bulan untuk 19 sektor usaha. Kebijakan ini untuk membantu industri yang terkena dampak pandemi corona. Di sisi lain, para pelaku usaha telekomunikasi juga berharap memperoleh insentif sama dari pemerintah.
Alasannya, nilai tukar rupiah merosot hingga kisaran Rp 16 ribu per dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi tersebut turut memukul beberapa sektor usaha yang mengeluarkan biaya dalam dolar AS, termasuk sektor telekomunikasi.
"Pada prinsipnya kami mendukung relaksasi pajak demi kesehatan industri ke depannya," kata Group Head Communication XL Axiata Tri Wahyuningsih kepada Katadata.co.id Sabtu (28/3).
Hal senada diungkapkan oleh Wakil Presiden Direktur Hutchinson Tri Indonesia Danny Buldansyah. Menurutnya, komponen biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dikenakan pada industri telekomunikasi dirasa memberatkan dalam situasi ini. "Terutama ketika ada inisiatif tambahan dari pemerintah yg mengharuskan kami mengeluarkan investasi tambahan," ujar dia kepada Katadata.co.id, Sabtu (28/3).
(Baca: Kominfo Pakai Data Pergerakan Ponsel untuk Deteksi Kerumunan Warga)
Dengan diberikannya keringanan pajak, menurut Danny, industri telekomunikasi jadi lebih sehat. "Dampaknya kami bisa melakukan investasi tambahan," ujar dia.
Diketahui, saat ini sektor telekomunikasi dibebani biaya PNBP berupa Biaya Hak Penyelenggaraan (BPH) 0,5% dan kontribusi USO 1,25%. Masing-masing diperhitungkan dari pendapatan kotor.