Jokowi Minta Para Menteri Kendalikan Inflasi Agar Tak Terlalu Rendah

Rizky Alika
22 Oktober 2020, 18:30
Pedagang cabai merapikan dagangannya di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Sabtu (3/10/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia kembali mengalami deflasi pada bulan September 2020, yakni sebesar 0,05 persen yang dipengaruhi oleh berbagai
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Pedagang cabai merapikan dagangannya di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Sabtu (3/10/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia kembali mengalami deflasi pada bulan September 2020, yakni sebesar 0,05 persen yang dipengaruhi oleh berbagai harga komoditas yang secara umum menunjukkan adanya penurunan.

Pandemi Covid-19 telah memukul daya beli masyarakat. Salah satu indikatornya, inflasi rendah dan beberapa kali deflasi terjadi di Indonesia.

Presiden Joko Widodo meminta inflasi tetap berada pada titik keseimbangannya. Ia pun berharap, inflasi dapat dijaga agar tidak terlalu rendah.

Jika pada kondisi normal pemerintah berupaya agar inflasi tak terlalu tinggi agar harga barang tetap terjangkau masyarakat, kini situasinya berbalik. "Kali ini kita dituntut mampu tingkatkan infllasi agar tidak terlalu rendah," kata Jokowi dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2020 yang disiarkan secara virtual, Kamis (22/10).

Inflasi yang terlalu rendah akan membuat sektor usaha lesu. Oleh karena itu, pemerintah memberikan sejumlah stimulus untuk memastikan pelaku usaha tetap berproduksi. Hal ini juga untuk menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran agar tidak ada tekanan pada perekonomian saat mulai pulih.

Stimulus yang telah diberikan seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sosial (bansos) tunai, Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa, kartu prakerja, subsidi gaji hingga bansos produktif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Bantuan tersebut diharapkan dapat mendorong permintaan dan menumbuhkan pasokan yang akan berdampak pada peningkatan konsumsi rumah tangga.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi meminta pemerintah daerah mempercepat penyaluran belanja bansos dan belanja modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daearah (APBD). Tak hanya itu, ia juga meminta kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk mengutamakan belanja dari produk dalam negeri. Hal ini untuk mendukung produk UMKM serta mendorong perekonomian.

Mantan Walikota Solo itu menambahkan, Gubernur dan Walikota daerah untuk memerhatikan ketersediaan pangan di wilayahnya masing-masing. Sebagaimana diketahui, harga pangan turut memengaruhi pergerakan inflasi.

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pun telah memeringatkan pandemi Covid-19 dapat menimbulkan krisis pangan. "Saya minta Gubernur dan Walikota hati-hati," katanya.

Karenanya, ketersediaan data pangan secara akurat menjadi penting. Saat ini, pemerintah pusat telah memiliki Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) yang dapat memantau pergerakan harga pada komoditas pangan strategis secara harian di 82 kota.

Jokowi berharap, pemerintah daerah dapat memperkuat data dengan informasi penting lainnya, seperti data produksi dan data konsumsi. Dengan demikian, pemerintah dapat segera mengetahui provinsi yang mengalami surplus pada komoditas tertentu.

"Buat neraca pangan yang akurat agar kalau ada kekurangan pangan, dapat cepat kita atasi," ujar dia.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...