Selain Naikkan Tarif, Pemerintah Bakal Kurangi Fasilitas PPN pada 2022

Agatha Olivia Victoria
21 Mei 2021, 15:10
Pengunjung mengamati mobil-mobil yang dipamerkan dalam IIMS Hybrid 2021 di JiExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (18/4/2021). Presiden Joko Widodo menyatakan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM-DTP) telah membuat angka pesa
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Pengunjung mengamati mobil-mobil yang dipamerkan dalam IIMS Hybrid 2021 di JiExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (18/4/2021). Presiden Joko Widodo menyatakan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM-DTP) telah membuat angka pesanan pembelian atau "purchase order" mobil hingga pertengahan April 2021 melonjak hingga 190 persen.

Pemerintah berencana mengubah kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada tahun depan. Alasannya, menurut Kementerian Keuangan, porsi konsumsi penduduk kelas menengah terus meningkat secara konsisten dari 21% pada 2002 menjadi 47% pada 2018.

Berdasarkan Buku Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2022, terdapat dua pokok rencana perubahan penting dalam kebijakan PPN, yaitu pengurangan berbagai fasilitas serta implementasi multi-tarif. Pengurangan fasilitas PPN akan diterapkan baik dalam bentuk pembebasan maupun perlakuan sebagai Non-Barang Kena Pajak (BKP) atau Non-Jasa Kena Pajak (JKP).

Menurut laporan tersebut, pembebasan PPN selama ini justru menjadi distorsi terhadap daya saing produk lokal. "Selain itu, terdapat indikasi adanya fasilitas PPN yang tidak tepat sasaran dan berpotensi mengikis basis pemajakan atau mengurangi penerimaan pajak," bunyi buku yang dirilis Jumat (21/5) tersebut.

Selama ini, nilai belanja perpajakan terbesar adalah untuk PPN lantaran adanya berbagai insentif pajak yang dinikmati seluruh penduduk. Contohnya, pengecualian PPN atas barang dan jasa tertentu yakni barang kebutuhan pokok, jasa transportasi, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan. Baru-baru ini, terdapat pula insentif PPN kepada 11 sektor ekonomi yang diberikan pada awal Covid-19 melanda.

Tahun lalu, belanja perpajakan tercatat sebesar Rp 228 triliun yang terdiri dari belanja PPN dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) Rp 145,5 triliun. Kemudian, untuk pajak penghasilan (PPh) senilai Rp 71,5 triliun, bea masuk dan cukai Rp 10,8 triliun, serta pajak bumi dan bangunan (PBB) sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan sebesar Rp 60 miliar.

Simak Databoks berikut: 

Selain pengurangan fasilitas PPN, pemerintah sedang mengkaji kemungkinan penerapan tarif PPN yang lebih tinggi untuk mengintegrasikan pengenaan PPnBM ke dalam sistem PPN. Dengan demikian, diharapkan PPN akan lebih sehat dan dapat menjadi sumber utama penerimaan pajak.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...