Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi buah bibir di Pusat Onkologi Satu Atap, Rumah Sakit Dr Soetomo, Surabaya. Di pusat perawatan penyakit kanker itu, sebagian besar pasien berobat dengan BPJS Kesehatan.

Keberadaan mereka bisa dikenali dari map yang dipegang para pengantarnya. Map itu berisi rujukan atau surat kontrol, kartu identitas, serta berkas administratif lainnya.

Sri Rejeki adalah salah satu dari para pemegang map itu. Ia mengantar anaknya, Dimas untuk berobat. Sri dan keluarganya menjadi peserta BPJS Kesehatan kelas 2 sejak 2017, tujuh bulan lalu anaknya didiagnosis menderita kanker paru-paru.

Ia mengakui antrean pasien BPJS Kesehatan cukup menguras kesabaran. Tapi tanpa itu, Sri tak yakin bisa menjangkau pengobatan bagi anaknya. “Alhamdulillah kalau iurannya turun. Kami sangat terbantu,” kata pemilik warung makan di Pasuruan, Jawa Timur ini, Selasa (10/3).

(Baca: MA Resmi Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan)

Berkah bagi satu Sri rupanya menjadi tantangan bagi Sri lain. Menteri Keuangan Sri Mulyani kini harus mengkaji dampak putusan MA terhadap keuangan lembaga asuransi negara itu. Bottom of Form

Keputusan pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan bukan diambil tanpa alasan. Menurutnya, kenaikan iuran yang berlaku sejak Januari 2020 itu diperlukan untuk menambal defisit keuangan BPJS Kesehatan.

Selain itu, pemerintah juga menimbang aspek keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan asas keadilan. Ia menyebut kini terdapat 96,8 juta masyarakat yang dianggap tidak mampu dan dibayar negara. Sedangkan masyarakat yang mampu diminta untuk ikut bergotong-royong.

"Keputusan untuk membatalkan satu pasal saja, itu mempengaruhi ketahanan dari BPJS Kesehatan," katanya di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Selasa (10/3).

Sebelumnya, MA mengabulkan permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) untuk membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Keputusan tersebut diambil dalam sidang, Kamis (27/2) lalu.

"Menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden  Nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Kesehatan, Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan bertentangan dengan beberapa ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi," demikian tertulis dalam surat keputusan MA yang dipublikasikan pada Senin (9/3).

MA beranggapan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28 H, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar atau UUD 1945. Kebijakan tersebut juga dinilai bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4 huruf b,c,d dan e, serta Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

(Baca: BPJS Kesehatan Masih Defisit Rp 15,5 T, Berutang di Ribuan Faskes)

Kemudian Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres itu juga bertentangan dengan Pasal 2, 3, 4 huruf b,c,d, dan e UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS; Pasal 4, Pasal 5 ayat 2, dan Pasal 171 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dengan demikian, MA menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 tahun 2019 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pasal 34 ayat 1 Perpres Nomor 75 tahun 2019 yang dibatalkan oleh MA secara spesifik berisi mengenai perubahan tarif iuran BPJS Kesehatan. Di mana, peserta mandiri kelas 1 ditetapkan naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu, kelas 2 naik dari Rp 55 ribu menjadi Rp 110 ribu, dan kelas 3 naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu. Sedangkan pada ayat 2 disebutkan bahwa kenaikan iuran tersebut berlaku mulai 1 Januari 2020.

Besaran iuran tersebut sesuai dengan usulan yang sebelumnya disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti tergambar dalam databoks di bawah ini.

Dengan kenaikan sebesar itu, Sri Mulyani memproyeksikan potensi surplus sebesar Rp17,3 triliun pada tahun 2020, dan Rp 12 triliun pada 2021. Angan yang kini memudar. "Namun pasti ada langkah-langkah pemerintah untuk mengamankan kembali JKN itu secara berkelanjutan," ujarnya.

(Baca: Iuran BPJS Batal Naik, Dana Pemerintah Rp 13,5 T Berpotensi Ditarik)

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu, Agatha Olivia Victoria, Tri Kurnia Yunianto
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement