Pandemi Covid-19 rupanya tak menghentikan konflik di Laut Cina Selatan. Cadangan minyak bumi dan gas alam, sumber daya perikanan yang melimpah, serta jalur pelayaran yang ramai membuat beberapa negara saling berebut wilayah ini.

Tiongkok mengaku sebagai pemilik hampir seluruh kawasan Laut Cina Selatan. Masalahnya, Vietnam, Brunei, Malaysia, dan Filipina juga mengklaim hal yang sama. Indonesia pun memiliki kawasan yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan, yakni di Kepulauan Natuna.

Advertisement

Dinamika geopolitik di wilayah ini terus terjadi. Terakhir, Kementerian Luar Negeri Vietnam menyatakan bahwa dua kapal Tiongkok menyerang kapal nelayan mereka pada Rabu pekan lalu. Mereka menyita peralatan dan hasil tangkapan nelayan Vietnam di Laut Cina Selatan.

Seperti dikutip dari NHK, insiden itu terjadi di dekat Kepulauan Paracel yang terletak di antara garis pantai Vietnam dan Tiongkok. Kepulauan itu terdiri dari 30 pulau yang menyebar dan dikendalikan oleh Beijing tetapi juga diklaim oleh Taipei dan Hanoi.

Vietnam meminta Tiongkok untuk menyelidiki masalah ini. Apalagi, insiden tersebut bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, pada April lalu, sebuah kapal nelayan Vietnam ditabrak dan ditenggelamkan oleh kapal pengintai maritim Tiongkok di dekat Kepulauan Paracel.

Protes pun dilempar ketika Tiongkok mengumumkan pembentukan dua distrik administratif baru di Laut Cina Selatan, satu di Kepulauan Paracel dan lainnya Kepulauan Spratly. Sedangkan kedua kepulauan ini masih menjadi sengketa.

(Baca: Sengketa Tiongkok dengan Malaysia, Laut Cina Selatan Kembali Panas

Keriuhan di perairan ini makin menjadi ketika Amerika Serikat (AS) turut memanaskan suasana. “Kami minta Tiongkok tetap fokus mendukung upaya internasional untuk penanganan pandemi Covid-19, bukan memanfaatkan situasi dengan mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan,” demikian dikutip dari pernyataan Kementerian Luar Negeri AS, April 2020 lalu.

Tak hanya itu, Angkatan Udara AS menerbangkan pesawat pembom B-1B dan drone mata-mata Global Hawk di atas Laut Cina Selatan. Kemudian, pesawat pembom B-1B dan Global Hawk terbang dari Guam untuk mendukung Komando Indo-Pasifik dan secara khusus melakukan misi di Laut Cina Selatan.

Menurut laporan Angkatan Udara yang dimuat Fox News pada Rabu (10/6), Langkah AS tersebut merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempertahankan misi pengawasan dan pencegahan di wilayah ini.

Campur Tangan Amerika

Tiongkok dan Amerika Serikat adalah dua kekuatan besar dalam tatanan global. Selain saling sindir soal virus corona, memicu perang dagang, keduanya juga memperebutkan cadangan minyak dan gas alam di dasar Laut Cina Selatan.

Hal itu sebagaimana diungkapkan Mantan Komandan Sekutu Tertinggi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan pensiunan Angkatan Laut AS, Laksamana James Stavrdis dalam opininya di Bloomberg, Jumat (22/5).

Stavrdis mengatakan, ia telah menghabiskan sebagian besar karier militernya di Pasifik dan berlayar berkali-kali melewati perairan Laut Cina Selatan. Kawasan lembab itu luasnya setara dengan laut Karibia dan Teluk Meksiko bila digabungkan.

Yang menjadikan Kawasan ini strategis, menurut Stavrdis, dasar lautnya penuh dengan cadangan minyak dan gas. Selain itu, hampir 40% perdagangan internasional melewati jalur ini.

Itu belum menghitung melimpahnya ikan kerapu, napoleon, hingga lobster yang bernilai tinggi di perairan ini. Maka tak jarang konflik antaranegara yang berbatasan di wilayah ini dipicu oleh insiden yang melibatkan nelayan.

(Baca: AS vs Cina, Pertarungan di Laut Cina Selatan di Tengah Covid-19)

Menurut Stavrdis, Tiongkok telah mengklaim sebagian besar Laut Cina Selatan sebagai laut teritorialnya. Dasar-dasar historis klaim Tiongkok terhadap wilayah ini bermula dari pelayaran laksamana Zheng He abad ke-15. Stavrdis menulis tentang laksamana Zheng dalam buku terbarunya "Sailing True Nort,". 

Ia mengatakan, setiap kali ia bertemu dengan rekan-rekan militernya dari Tiongkok, mereka kerap bersulang untuk Laksamana Zheng ini. “Ia merupakan penjelajah di Laut Cina Selatan, Samudra Hindia, dan perairan Afrika dan Arab yang melegenda,” katanya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement