Pandemi Covid-19 ini belum menunjukkan titik terang akan segera berlalu karena masih menanti penemuan vaksinnya. Pemulihan ekonomi pun berjalan lambat, bahkan Indonesia sudah di ambang resesi akibat aktivitas usaha dan masyarakat yang dibatasi. Kini, pebisnis di berbagai sektor berupaya bertahan di tengah ancaman gelombang kedua pemutusan hubungan kerja (PHK).

Provinsi DKI Jakarta yang menjadi episentrum ekonomi di Indonesia, misalnya, sudah babak belur akibat dampak pandemi. Ekonomi kuartal II tercatat tumbuh minus 8,22% seiring dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Meski pascalebaran akhir Juni sudah dilonggarkan dengan PSBB Transisi,  para pengusaha mengeluhkan lesunya roda perekonomian. 

Advertisement

Angka penularan virus corona di Ibu Kota memang masih tinggi, bahkan beberapa kali memecahkan rekor dalam sebulan terakhir. Karena itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang PSBB Transisi hingga 13 Agustus mendatang.

Salah satu klaster penyebaran virus corona di Jakarta adalah perkantoran. Sebab, berbeda dengan saat PSBB, perkantoran mulai dibuka secara terbatas pada masa transisi. Berikut datanya:

Tak hanya di Jakarta, beberapa daerah lain juga menerapkan kebijakan serupa. Di Surabaya misalnya, meski perkantoran dibuka hingga 70% dari kapasitas ruang, jam malam masih berlaku.

Pembatasan juga masih berlaku bagi penumpang transportasi publik. Hal ini otomatis menghambat pergerakan manusia lintas wilayah.

Pengusaha angkutan umum pun terengah. Mereka berharap bantuan pemerintah untuk menyambung napas. “Kami butuh bantuan modal,” kata Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Organda Ateng Aryono.

Transportasi adalah salah satu sektor yang paling tepukul akibat pandemi, selain pariwisata, makanan dan kinuman hingga tekstil. “Kami hitung bersama dengan Kadin, untuk sektor tersebut dan sektor manufaktur lainnya itu membutuhkan bantuan modal usaha sebesar Rp 600 triliun untuk setahun,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, Selasa (4/8).

Berikut adalah grafik yang menunjukkan sektor mana saja yang paling banyak merumahkan pekerjanya akibat pandemi Covid-19:

Daya Beli Lemah

Jika insentif itu tak segera dicairkan, sementara pandemi Covid-19 terus berlangsung dengan berbagai pembatasan yang menyertainya, kas pengusaha semakin kering. Situasi itu diperburuk oleh, daya beli dan minat belanja masyarakat tak kunjung membaik di tengah ketidakpastian. 

"Tidak tertutup kemungkinan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan semakin meningkat," kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang.

Lihat saja, konsumsi rumah tangga yang berkontribusi hampir setengah perekonomian Indonesia pada kuartal II 2020 tumbuh negatif 5,51% (secara tahunan) dan minus 6,51% secara kuartalan.

Lesunya minat belanja itu tampak di pusat perbelanjaan yang masih sepi sejak dibuka kembali pada 15 Juni lalu.  Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) mencatat pengunjung yang datang ke mal hanya sekitar 30-40% dibandingkan saat sebelum pandemi. Nilai kerugian yang ditaksir pun mencapai lebih Rp 12 triliun.

Lesunya bisnis juga tampak dari kinerja perusahaan retail. PT Matahari Department Store Tbk misalnya, membukukan rugi bersih Rp 357,86 miliar. Capaian ini berbanding terbalik dibandingkan semester I 2019 yang mencetak laba Rp 1,16 triliun.

Penyebabnya adalah penjualan perseroan anjlok. Matahari terpaksa menutup hampir semua toko selama PSBB sehingga seluruh lini pendapatan turun tajam.

Halaman:
Reporter: Agung Jatmiko, Dimas Jarot Bayu, Tri Kurnia Yunianto
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement