Maradona, Pahlawan dan Kultus

Adek Media Roza
27 November 2020, 06:00
Matias Baglietto Penggemar pemain sepakbola Argentina Diego Maradona, Walter Rotundo dan anak perempuan kembarnya Mara dan Dona, yang diberi nama mirip Maradona, berpose untuk foto di luar klinik dimana Maradona melakukan operasi otak, di Olivos, di ping
ANTARA FOTO/REUTERS/Matias Baglietto/pras/cf
Matias Baglietto Penggemar pemain sepakbola Argentina Diego Maradona, Walter Rotundo dan anak perempuan kembarnya Mara dan Dona, yang diberi nama mirip Maradona, berpose untuk foto di luar klinik dimana Maradona melakukan operasi otak, di Olivos, di pinggiran kota Buenos Aires, Argentina, Kamis (5/11/2020).

Tak ada pesepak bola yang demikian dipuja, sekaligus dibenci, seperti Diego Armando Maradona. Di Piala Dunia Meksiko 1986, pujaan dan kebencian itu hanya berselang lima menit, berlangsung di babak kedua perempat final, ketika Maradona mencetak dua gol ke gawang Inggris.

Gol pertama, gol “tangan tuhan” menuai sumpah serapah, terutama dari pendukung lawan. Sebaliknya, gol kedua Maradona dipuji setinggi langit, bahkan oleh para komentator televisi Inggris. FIFA menetapkan gol itu sebagai “goal of the century”.

Advertisement

Di penghujung turnamen tersebut, Maradona mengangkat trofi Piala Dunia, setelah mengalahkan Jerman Barat. Ia diarak keliling lapangan, di hadapan 115 ribu penonton di Estadio Azteca.

Seperti pujaan dan cercaan yang cepat silih berganti, begitu pula jatuh bangun perjalanan karier pemain yang memiliki tinggi 165 cm itu. Aksi Diego muda sangat dinanti di Piala Dunia Spanyol 1982, tapi penjagaan lawan yang cenderung “brutal” membuatnya frustrasi.

Di laga perempat final melawan Brasil, Maradona menendang perut pemain lawan, Batista, sebagai aksi balas dendam. Sesaat sebelumnya, Batista melakukan pelanggaran keras terhadap pemain Argentina. Maradona diusir, dan Argentina kandas di putaran kedua grup.

Delapan tahun kemudian, di Italia, Maradona hampir membawa Argentina kembali juara. Momen yang paling dikenang dari aksi Maradona adalah umpannya kepada Claudio Caniggia, di partai perdelapan final melawan Brasil, yang menjadi satu-satunya gol di laga itu.

Meski gagal membawa pulang piala, kemenangan atas Brasil cukup menghibur suporter Argentina. Sebaliknya, para pemain Brasil dikabarkan tak berani langsung pulang ke negaranya demi mengindari lemparan tomat dan telur busuk dari pendukungnya.

Namun di Piala Dunia AS 1994, Maradona terbukti memakai doping dan dikeluarkan dari turnamen. Tanpa Maradona, Argentina kandas di babak 16 besar. Kariernya meredup dan terus dilingkupi berbagai kontroversi. 

SOCCER-ARGENTINA/MARADONA
SOCCER-ARGENTINA/MARADONA (ANTARA FOTO/REUTERS/Agustin Marcarian/HP/dj)

Bagi sebagian besar publik Argentina dan tentu pendukungnya di manapun, kecintaan terhadap Maradona adalah harga mati. Skandal 1994, rentetan kasus penggunaan kokain, dan kasus pajak yang pernah ia lalui tak membuat pesonanya pudar.

Dalam tulisannya, “And give joy to my heart. Ideology and emotions in the Argentinian cult of Maradona”, sosiolog terkemuka Eduardo Archetti menjelaskan sepakbola adalah medium kontrak emosional yang murni antara pemain dan penonton.

Halaman:
Editor: Redaksi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement