Investigasi: Akal-akalan Toba Pulp Melipat Untung Ekspor Bubur Kayu
TUMPUKAN bubur kayu tampak menjulang di depan pabrik PT Toba Pulp Lestari Tbk di Porsea, Sumatera Utara, saat tim Indonesialeaks berkunjung pada November 2019. Saban hari, bubur kayu tersebut diangkut ke Pelabuhan Belawan, Medan untuk kemudian diekspor ke berbagai negara.
“Tujuan ekspor produk kami ke Tiongkok, India, Bangladesh, dan Thailand,” ujar Kepala Hubungan Masyarakat Toba Pulp Norma Patty Handini Hutajulu, beberapa waktu lalu.
Bubur kayu itu dapat diolah menjadi berbagai macam produk, di antaranya sebagai bahan baku serat tekstil bagi busana dengan merek-merek ternama seperti Zara, H&M, dan Uniqlo.
Toba Pulp yang beroperasi sejak tahun 1980-an memiliki konsesi lahan ratusan ribu hektare yang ditanami pohon eucalyptus. Mereka menjual produk ke luar negeri bekerja sama dengan dua perusahaan terafiliasi yakni DP Macao dan Sateri Holdings Limited. Ketiga perusahaan ini merupakan bagian dari raksasa Grup Sukanto Tanoto.
Setiap tahun, ratusan ribu ton produk bubur kayu Toba Pulp dijual kepada DP Macao, yang kemudian diteruskan ke Sateri. Pada akhir 2018 lalu, tim Indonesialeaks menemukan sejumlah dokumen yang memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan di antara ketiga perusahaan tersebut. Toba Pulp diduga mempermak dokumen pencatatan ekspor di bea cukai untuk menyembunyikan keuntungan pada periode 2007-2016.
Ubah Bubur Kayu Jadi Bubur Kertas
Hubungan sedarah antara Toba Pulp dan dua perusahaan lain yakni DP Macao dan Sateri baru terkuak dalam laporan keterbukaan informasi Sateri di bursa saham Hong Kong pada 2010. Prospektus dipublikasikan saat Sateri akan mencatatkan saham perdana atau Initial Public Offering di bursa Hong Kong, 10 tahun lalu.
Laporan tersebut menyebutkan Sukanto Tanoto sebagai pemegang saham pengendali utama Toba Pulp dan Sateri. Sedangkan DP Macao, anak usaha DP Marketing International yang merupakan cucu dari Sateri International Co.Ltd.
Dalam prospektus dijelaskan klien DP Macao yakni Sateri Fujian dan Sateri Jianxi merupakan anak dari dua perusahaan yang berbeda. Sateri Fujian adalah anak Sateri China (Hong Kong) Limited, sedangkan 81,1% saham Sateri Jiangxi dimiliki Sateri International (Singapore) Pte Ltd.
Sateri China dan Sateri International Pte Ltd adalah anak usaha Sateri International Co. Ltd yang tercatat di British Virgin Island. Korporasi ini dimiliki 100% oleh Sateri Holdings Limited yang berbendera Bermuda. Nah, Sateri Holdings ini dimiliki sepenuhnya oleh Gold Silk Holding Limited yang merupakan milik keluarga Sukanto Tanoto.
Sateri International juga terhubung dengan DP Macao lewat anak usahanya yakni Sateri Specialty Cellulose Limited. Perusahaan yang tercatat di surga pajak Kepulauan Cayman itu adalah pemilik DP Marketing International Limited — Macao Commercial Offshore alias DP Macao.
Adapun kepemilikan Sukanto pada Toba Pulp Lestari melalui Pinnacle Company Limited. Pinneacle merupakan pemegang 92,4% saham Toba Pulp. Riset Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia pada 2018, menyebut Pinnacle dikuasai sahamnya oleh Blu Diamond Inc yang merupakan perusahaan milik Sukanto.
Namun, Kepala Hubungan Masyarakat PT Toba Pulp Lestari Tbk Norma Patty Handini Hutajulu membantah keterkaitan Toba Pulp dengan Sukanto. “Saat ini tidak ada pemegang saham yang dimaksud tersebut. Mengenai pemegang saham di perusahaan lain, kami tidak mengetahui,” katanya.
Dokumen yang sama juga memperjelas transaksi perdagangan antara tiga perusahaan terafiliasi tersebut. Sateri menyebutkan membeli bahan baku Dissolving Wood atau bubur kayu DW dari Toba Pulp lewat perantara DP Macao yang berkantor pusat di Makau, Tiongkok.
Sateri merupakan perusahaan produsen viscose staple fiber (serat tekstil) kelas dunia yang menggunakan bahan baku Dissolving Wood. Beberapa produk yang dihasilkan Sateri adalah tekstil, serat ban, pernis, kosmetik, hingga farmasi.
Laporan Sateri menyatakan ada kontrak pemasaran yang berlaku eksklusif di mana Toba Pulp menjual mayoritas produknya kepada DP Macao. Laporan keuangan Toba Pulp juga menyebutkan mereka menjual sebagian besar produknya kepada DP Marketing International, induk dari DP Macao.
Masalahnya, terdapat perbedaan keterangan yang disampaikan Toba Pulp atas jenis produk yang dijual kepada DP Macao. Toba Pulp menyebutkan hanya mengekspor bubur kertas Bleached Hardwood Kraft Pulp (BHKP), bukan bubur kayu Dissolving seperti yang diungkap Sateri.
Bubur kayu Dissolving dan BHKP merupakan dua jenis produk yang berbeda. Bubur kayu DW adalah komponen dasar pembuatan serat rayon untuk tekstil, ban hingga kosmetik. Adapun BHKP merupakan bahan baku untuk pembuatan kertas.
Norma mengatakan pembuatan Dissolving Wood maupun BHKP bergantung kondisi dan kebutuhan pasar. Keuntungan yang diperoleh dari transasksi kedua produk itu, kata dia, sangat fleksibel tergantung kondisi pasar dan permintaan pelanggan. “Selisih marginnya juga hampir sama,” kata Norma.
Keterangan berbeda disampaikan mantan Quality Control Manager PT Toba Pulp Lestari, Arlodis Nainggolan. Menurut dia, Toba Pulp lebih sering memproduksi DW ketimbang BHKP.
Sedangkan BHKP diproduksi saat harga jual Dissolving Wood jatuh. Salah satu contohnya ketika India mengalami panen raya tanaman kapuk. “Tergantung permintaan pasar,” ujar Arlondis yang berhenti bekerja sejak awal 2019.
Keterangan Arlondis diperkuat Kepala Balai Besar Pulp dan Kertas Kementerian Perindustrian, Saiful Bahri. Dia menyatakan, di Indonesia hanya ada dua perusahaan yang bisa membuat Dissolving Wood: Toba Pulp Lestari dan Asia Pacific Rayon.
Namun, Asia Pacific Rayon baru memproduksi bubur kayu jenis Dissolving Wood sejak 2017. “Yang paling lama bikin Dissolving Wood itu TPL, dan produk mereka diekspor ke Sateri,” kata Saiful.
Halaman selanjutnya: Dugaan Manipulasi Data Perdagangan
Indonesialeaks