Polemik Buka-Tutup dan Hibridisasi Bioskop Era Adaptasi Kebiasaan Baru

Luki Safriana
Oleh Luki Safriana
1 Agustus 2020, 11:00
Luki Safriana
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Suasana simulasi pembukaan dan peninjauan tempat hiburan bioskop CGV Cinemas di Bandung Electronic Center (BEC), Bandung, Jawa Barat, Kamis (9/7/2020). Simulasi tersebut dilakukan dalam rangka peninjauan kesiapan tempat hiburan bioskop dalam penerapan protokol kesehatan seperti penggunaan alat pelindung wajah bagi karyawan, pembatas jaga jarak, masker, sarung tangan dan cairan disinfektan seiring tatanan normal baru di tengah pandemi COVID-19.

Gabungan Pengusaha Bioskop mengumumkan rencana pembukaan bioskop secara serentak pada 29 Juli 2020. Sayangnya, suka cita rencana tersebut berubah menjadi suram.

Sebagai salah satu pusat hiburan dan episentrum dunia malam Indonesia, DKI Jakarta masih melarang sekolah hingga hiburan malam untuk beroperasi di saat pandemi corona. Hal ini mengacu pada kebijakan pemerintah provinsi (Pemprov) Jakarta yang memperpanjang masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi hingga 14 hari ke depan. Jadwal tersebut tertuang dalam paparan dokumen Gubernur DKI Jakarta Anies Basedan tentang Penjelasan PSBB pada masa transisi yang dirilis pada 4 Juni 2020.

Advertisement

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria sempat mengingatkan pembukaan bioskop akan sangat berisiko menjadi sarana penularan baru jika proses pemantauan dan pengawasan terhadap penonton beserta pelaksanaan protokol kesehatannya tidak dilakukan dengan hati-hati.

Hal ini mengakibatkan kebijakan pembukaan bioskop harus diundur sementara waktu mengingat situasi yang belum memungkinkan karena kuatnya ancaman pandemi. Keadaan tersebut akhirnya turut berdampak pada arus kas pengusaha bioskop yang masih berada pada zona merah karena tidak adanya pendapatan dan karyawan yang telah dirumahkan untuk sementara waktu.

Hibridisasi Bisnis Bioskop dan Kemerdakaan Dunia Maya

Apabila menilik kebelakang, Indonesia merupakan pasar potensial dan menarik dalam kategori industri bioskop. Jumlah penonton bioskop yang mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, membuat bisnis ini menjadi industri yang menjanjikan untuk dikembangkan.

Data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menunjukkan jumlah penonton meningkat hampir lima kali lipat pada tahun 2018 menjadi 52,5 juta orang. Pada tahun itu, jumlah layar yang ada di Indonesia mencapai 1.680 buah. Terjadi peningkatan sekitar 19% dari total 1.412 layar pada tahun sebelumnya.

Ketua Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), Djonny Syafruddin, mengatakan jumlah layar tersebut memiliki potensi untuk terus berkembang pesat kedepannya. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan industri perfilman dan minat penonton Tanah Air yang terus menunjukkan tren positif.

“Kami perkirakan untuk jumlah layar akan tumbuh sekitar 20 hingga 30% pada tahun ini. Prospek industri bioskop sangat besar saat ini, terlebih makin banyak pemain di bisnis ini,” kata Djonny pada 2 Januari 2019.

Menurut dia, salah satu pendorong banyaknya pemain dalam bisnis tersebut adalah kehadiran Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 yang membuka 100% investasi sektor perfilman bagi investor asing. Para pemain tersebut diantaranya adalah Cinema XXI, CGV, Cinemaxx, New Star Cineplex, Platinum Cineplex, Movimax dan yang terbaru Lotte Cinema Multiplex. Selain itu, terdapat pula beberapa pemain pada bioskop independen dengan jumlah terbatas.

Wajah perkembangan bioskop dan perfilman nasional yang sedang melambung tersebut sontak berubah tajam di kala pandemi menghantam. Pandemi telah membuka tafsir penting bahwa diperlukannya antisipasi yang tepat untuk bioskop dalam mengelola arus kas.

Bioskop tak seharusnya berjalan hanya dengan mengandalkan pemasukan dari jumlah tiket semata. Jika demikian, keadaan tersebut dapat mengancam bisnis bioskop menuju kehancuran atau bahkan kepunahan.

Halaman:
Luki Safriana
Luki Safriana
Pengajar Paruh Waktu Prodi S1 Event Universitas Prasetiya Mulya, Mahasiswa Doktoral PSL-IPB University
Editor: Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement