Menanti Arah Perppu Sektor Keuangan
Kabar pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyeruak dalam satu pekan terakhir. Nampaknya pemerintah dan partai pendukung sudah sepakat akan membuat Perppu penting ini.
Pemerintah akan membuat pasal-pasal penting untuk memudahkan koordinasi dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Perppu ini juga dimaksudkan agar tidak ada silo-silo antarlembaga, seperti BI, OJK, dan LPS. Dan, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tak lagi sebagai koordinator, tapi lebih kuat sebagai pengambil keputusan.
Dalam sebuah diskusi publik melalui Zoom pada 30 Agustus lalu, satu narasumber menyiratkan mendukung rencana tersebut. Ia adalah Profesor Hendrawan Supratikno anggota DPR Komisi IX dari Fraksi PDIP dan anggota Badan Legislasi DPR, yang memaparkan informasi tentang Perppu Penataan dan Penguatan Sektor Keuangan hasil kajian Baleg DPR RI. Dalam diskusi itu ia mengungkapkan pemerintah mempunyai insentif menerbitkan Perppu Penataan BI-OJK bila DPR berlama-lama menatanya .
Apabila Perppu jadi diterbitkan akan mengonfirmasi berita Reuters pada dua bulan lalu soal pemerintah akan melakukan reformasi di OJK, BI, dan LPS. Berita tersebut ketika itu menjawab teka teki publik pasca kemarahan Presiden Joko Widodo pada sidang kabinet 18 Juni lalu yang baru dirilis beberapa hari kemudian. Dengan suara tinggi Presiden mengancam mengganti menteri dan siap membubarkan lembaga negara, termasuk menerbitkan Perppu dalam rangka sikap extraordinary menghadapi pandemi Covid 19.
Penegasan Jokowi diulangi lagi dalam pidato kenegaraan di depan Sidang Paripurna DPR/MPR RI pada 13 Agustus 2020, perlunya sinergi BI, OJK, dan LPS dalam rangka memulihkan perekonomian nasional. “Jangan sia siakan pelajaran yang diberikan krisis. Momentum krisis harus dibajak untuk lompatan kemajuan," kata Presiden.
Temuan & Sorotan terhadap OJK
Menilik pernyataan Hendrawan, pemerintah mempunyai insentif menerbitkan Perppu Penataan BI-OJK bila DPR berlama-lama menatanya. Penulis mencatat berkembang wacana tentang keberadaan OJK beberapa waktu terakhir.
Pertama, Komisi XI DPR RI mewacanakan untuk mengevaluasi secara menyeluruh kinerja OJK . Evaluasi secara menyeluruh dilakukan menyusul lemahnya kinerja jajaran OJK dalam mengawasi industri keuangan nasional. Timbul gagasan membentuk Dewan Pengawas OJK seperti halnya Badan Supervisi BI atau Dewan Pengawas lembaga negara independen lainnya.
Kedua , Ombudsman RI berpandangan lambannya upaya penyelamatan industri asuransi jiwa nasional terjadi karena jajaran OJK gagap dalam menghadapi kasus gagal bayar yang saat ini terjadi di Bakrie Life, AJB Bumiputera dan Jiwasraya (Persero). Sebagai regulator di industri keuangan, Ombudsman menilai harusnya jajaran OJK memiliki standardisasi yang baku dalam mengawasi hingga menyikapi tatkala terdapat perusahaan asuransi yang sedang bermasalah.
Ketiga , Bank Dunia dalam laporan berjudul Global Economic Risks and Implication for Indonesia (September 2019) menyoroti perlunya OJK meningkatkan pengawasan konglomerasi perbankan. Tercatat pula adanya gap antara regulasi dan pengawasan konglomerasi keuangan. Perlu aturan dan pengawasan terhadap proses penilaian risiko lintas sektor serta aturan dan tim khusus mengawasi risiko dari konglomerasi keuangan.
Bank Dunia mengusulkan amandemen UU OJK dengan menghilangkan tanggung jawab komisioner individu spesifik sektor dan memasukkan holding ke dalam ruang pengaturan OJK, plus memperbaiki kredibilitas sistem keuangan dengan memperbaiki kelemahan di sektor asuransi.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.