Mendadak Membuat Kendaraan Listrik

Ade Febransyah
Oleh Ade Febransyah
12 Juni 2021, 11:00
Ade Febransyah
Ilustrator: Betaria Sarulina
Karyawan melakukan pengisian daya pada mobil listrik BMW i3s di kawasan Meruya, Jakarta, Jumat (2/10/2020). Bank Indonesia memberikan penurunan batasan minimum uang muka dari kisaran 5-10 persen menjadi nol persen untuk pembelian kendaraan bermotor berwawasan lingkungan.

Semua mau membuat kendaraan listrikSetelah Tesla menjadi pionir,  lalu berderet yang ingin membuat kendaraan listrik. Sebut saja, ada Apple, Amazon, Sony, LG, Huawei, Baidu, dan Alibaba. Belum lagi perusahaan rintisan atau startup yang  terus bermunculan. Ada Rivian di Amerika Serikat atau Arrival di Inggris yang sudah mendapat banyak pesanan. Juga Nio, Xpeng, dan Li Auto di Tiongkok yang berambisi menjadi pemain terdepan di industri otomotif masa depan. 

Membuat sepertinya mudah saja, bahkan bagi mereka yang non-producer. Apple, Amazon, Sony, LG, Huawei, dan Alibaba bukan pembuat mobil sebelumnya. Bahkan ada yang terakhir, perusahaan properti raksasa Negeri Panda, Evergrande, yang juga ikut masuk industri otomotif. Di tengah lilitan utang dan performa keuangan yang memburuk, keputusan untuk membuat kendaraan listrik sepertinya menjadi penyelamat. Paling tidak untuk jangka pendek.

Bagaimana tidak menyelamatkan? Anak perusahaan Evergrande yang akan membuat kendaraan listrik  mampu meraup dana segar di lantai bursa Hongkong. Nilai sahamnya meroket lebih dari 1000% dalam tempo 12 bulan terakhir. Kapitalisasi pasarnya sudah mencapai USD 87 milyar (sekitar Rp 1.241 triliun), mengalahkan pemain lama di industri otomotif seperti GM dan Ford. Hebatnya lagi, semua itu dicapai ketika perusahan belum menjual mobil listrik satu unit pun. 

Sepertinya era kendaraan listrik ini menjadi demokratisasi bagi siapapun, para non-producer untuk jadi pembuat. Mereka percaya, kendaraan listrik adalah masa depan. Apakah mendadak membuat ini juga akan terjadi di Tanah Air?

Adu Efisien Mobil Listrik VS Konvensional
Adu Efisien Mobil Listrik VS Konvensional (Katadata)

Product-market fit

Merujuk pada salah satu definisi inovasi yaitu ‘a novel match of solution and need that creates values’ (Terwich dan Ulrich, 2009), siapa pun dipersilakan membuat asalkan menawarkan kecocokan (yang baru) antara produk yang ditawarkan dengan kebutuhan di masyarakat. Itu semua menciptakan nilai, paling tidak bagi konsumen maupun perusahaan. Dan sebaik-baiknya solusi yang ditawarkan adalah yang bisa meningkatkan secara drastis rasio antara performa atau manfaat terhadap biaya (Meyer dan Garg, 2005). 

Bagi para startup maupun non-produsen yang masuk ke industri otomotif untuk membuat kendaraan listrik mesti melihat rasio di atas. Apakah produknya memang mampu meningkatkan rasio manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan penggunanya.

Sebelum ada kendaraan listrik, masyarakat sudah menggunakan berbagai kendaraan, apakah mobil, motor, sepeda  atau transportasi publik untuk memenuhi mobilitasnya. Silakan diuji secara sederhana, apakah kendaraan listrik yang ditawarkan para pembuatnya memang menawarkan manfaat yang lebih banyak dengan biaya yang lebih murah dari kendaraan sekarang? Sepertinya tidak, paling tidak untuk sekarang ini. 

Meski sudah diperkenalkan ke pasar dalam satu dekade terakhir oleh beberapa pabrikan, seperti Tesla, Nissan, Toyota, kenyataannya penerimaan masyarakat masih rendah. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan kendaraan listrik sekitar 2% dari total penjualan kendaraan di tahun 2019. Di Tiongkok, pemerintahnya memberikan subisidi pembelian kepada pembeli, tingkat penjualan kendaraan listrik sekitar 5 % dari total penjualan kendaraan di tahun yang sama.

Dengan tingkat adopsinya yang masih rendah, kendaraan listrik masih memiliki rintangan besar untuk diterima masyarakat. Selama kendaraan berbahan bakar minyak masih diproduksi, sepertinya akan sulit bagi masyarakat pindah ke kendaraan listirk. 

Dengan cost of acquisition berupa harga kendaraan yang masih jauh lebih mahal ketimbang kendaraan bahan bakar minyak (BBM) untuk kelas yang sama, rasio benefit terhadap harga jelas akan lebih kecil. Memang dari sisi biaya listrik dan perawatan, kendaraan listrik menawarkan keunggulan ketimbang kendaraan BBM, tapi biaya-biaya tersebut masuk biaya masa depan.

Harga kendaraan adalah biaya sekarang yang harus ditanggung pembeli yang memang masih jauh lebih mahal. Ditambah dengan benefit yang tidak terlalu signifikan peningkatannya. Dari aspek performa akselerasi, kendaraan listrik lebih unggul. Dari kenyamanan berupa kesenyapan, juga akan lebih unggul dari kendaraan BBM, meskipun sebagian pengguna kendaraan BBM melihat kesenyapan tsb tanpa ‘gerungan’ suara mesin adalah suatu keanehan dari sebuah kendaraan. 

Lantas, mengapa begitu banyak perusahaan yang berminat membuat kendaraan listrik?

Kendaraan listrik dapat saja menawarkan rasio benefit terhadap harga yang lebih tinggi dari kendaraan BBM. Dengan harganya yang tidak terjangkau bagi kebanyakan pemilik kendaraan BBM, harga mahal dapat menjadi pemenuh ‘emotional job’ yang berdimensi sosial. Dengan kendaraan berteknologi baru yang tidak murah dapat membedakan siapa mereka dari kerumunan.

Beberapa studi memperlihatkan memang kendaraan bukan lagi digunakan untuk keperluan fungsional, tapi sudah emosional, untuk memperlihatkan identitas penggunanya. Harga mahal, desain futuristik, kaya fitur teknologi terkini, dan tentunya nilai hijaunya, semuanya akan meningkatkan secara signifikan manfaat emosional bagi pemiliknya. 

Jadi inilah justifikasi membuat dari pabrikan kendaraan listrik sekarang ini. Mereka memilih early adopter yang memiliki daya beli tinggi yang memiliki emotional jobs to be done. Dengan harga yang mahal dapat menjadi penjelas identitas mereka. Ditambah kekayaan fitur teknologi terkini dan nilai hijau yang ditawarkan di kendaraan listrik, mereka juga menikmati pride yang berbeda dari kendaraan BBM.

Bagi mereka yang berdaya beli tinggi, keterbatasan dalam ketersediaan infrastruktur publik untuk pengisian baterai juga tidak terlalu bermasalah. Mereka dapat memenuhinya lewat home charging unit. Tidak masalah juga meski harus mengeluarkan lagi investasi untuk instalasi di rumah. Dan memang early adopter kendaraan listrik adalah mereka yang tinggal di rumah dan memiliki garasi. Karena itu, untuk sekarang product-market fit sudah terpenuhi meski terbatas hanya segelintir masyarakat yang menikmati. 

Halaman:
Ade Febransyah
Ade Febransyah
Guru Inovasi Prasetiya Mulya Business School
Editor: Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...