Fenomena Spotify dan Membangun Kemandirian Music Streaming Bangsa
Hadirnya pandemi corona berdampak pada peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia. Peningkatannya terbukti sejak 2 Maret 2020. Laporan Survei Internet APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) kuartal II 2020 menyebutkan penetrasi internet sudah mencapai 73,7% atau 196,71 juta pengguna.
Bak gayung bersambut, salah satu hikmah dari pandemi global ini ternyata mampu mendorong industri musik digital. Hal ini terbukti pada platform musik digital Spotify. Tercatat kenaikan jumlah penggunanya mencapai 31% selama triwulan pertama tahun lalu atau ditaksir 130 juta pelanggan.
Kebijakan lockdown maupun serupa lainnya kerap digunakan oleh banyak negara dan kian memaksa orang-orang untuk beraktivitas di rumah. Dengan aktivitas yang terbatas, banyak orang mencari hiburan melalui platform musik digital Spotify hampir sepanjang hari. Spotify menyatakan bahwa jumlah waktu mendengarkan musik naik menjadi dua kali lipat dalam beberapa pekan terakhir.
Sebelum adanya pandemi global, orang pada umumnya mendengarkan musik saat pagi hari. Lain halnya ketika karantina wilayah diberlakukan, frekuensi masyarakat mendengarkan musik semakin bertambah yaitu saat memasak, mengerjakan pekerjaan rumah, berkumpul bersama keluarga dan juga saat bersantai di rumah.
Fenomena Spotify
Spotify merupakan platform musik digital asal Swedia yang didirikan pada tanggal 23 April 2006 dan dapat diakses melalui ponsel, tablet maupun komputer.
Tidak hanya dapat mendengarkan ratusan lagu dari mancanegara saja, Spotify juga menyuguhkan podcast untuk penggunanya. Sebuah kutipan menarik dari Caleb Denison, editor Digital Trends, menyatakan, “Spotify perubahan untuk masa depan. CEO Spotify mengatakan, musuh terbesarnya adalah pembajakan. Musisi dan Spotify perlu kerja sama daripada perang.”
Taylor Swift, mantan kekasih Harry Styles, sempat menjadi kontra produktif dengan melakukan gerakan walk out dari Spotify pada tahun 2014. Gerakan tersebut juga dilakukan oleh Justin More, Brantley Gilbert dan Jason Aldean.
Anehnya, meski gerakan musisi itu menggurita, Spotify tidak panik. Bahkan gerakan yang dilakukan oleh Taylor Swift tersebut justru menjadi “endorsement wave” bagi kemajuan Spotify. Alih-alih, kasus tersebut membuat paradoxical effect. Spotify terus berkibar karena melakukan pembenahan secara internal dengan menggali pengalaman streaming penggunanya.
Selama pandemi, pengguna aktif Spotify kian bertambah. Pengguna aktif yang berasal dari kawasan Eropa (35%), diikuti dengan Amerika Utara (26%), Amerika Latin (22%) dan wilayah lainnya (17%).
Jika dibandingkan kuartal pertama 2019, total pendapatan Spotify tahun lalu meningkat sebanyak 22% menjadi 1,85 miliar euro atau sekitar Rp 3 triliun.
Menurut laporan Business Insider, sejak 2006 hingga saat ini, Spotify telah membayar royalti sebanyak US$ 9,76 miliar kepada artis yang menggunakan jasanya. Pada akhirnya, kontroversi pun hadir di antara label musik dan platform musik digital ini.
Permasalahan yang hadir adalah titik buntu kesepakatan dengan tiga label raksasa yaitu Sony, Universal dan Warner mengenai perhitungan royalti yang masuk. Pendapatan label lain tergerus tajam dan musisi independen masih menjadi perdebatan juga ancaman serius.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.