ICW Kritik Komitmen Jokowi dalam Pemberantasan Korupsi

Image title
19 Oktober 2021, 19:58
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menunjukan dokumen laporan saat tiba di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (3/6/2021). ICW melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Bareskrim Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi.
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menunjukan dokumen laporan saat tiba di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (3/6/2021). ICW melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Bareskrim Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik komitmen pemerintahan Jokowi-Amin terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. 

Peneliti ICW Lalola Easter mengatakan sikap anti korupsi pemerintah masih jauh dari memuaskan. Menurutnya, publik perlu bertanya apakah presiden mampu bertanggung jawab untuk program-program yang direstuinya dalam rangka memberantas korupsi. Ia menilai Presiden harus pasang badan dan memimpin langsung pemberantasan korupsi.

"Tidak bisa didelegasikan ke anggota kabinet selevel menteri  karena kalau seperti itu terus kita justru akan bertanya soal komitmen Presiden," ujar Laola dalam diskusi virtual, Selasa (19/10).

Dalam evaluasi tersebut ICW menyoroti lima hal terkait ketidakjelasan arah politik hukum pemberantasan korupsi. Lima poin tersebut adalah mulai dari kasus Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari, wacana remisi bagi koruptor, implementasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), tidak didorongnya rancangan undang-undang (RUU) dalam shortlist program legislasi nasional (prolegnas) dan polemik rangkap jabatan antara pejabat publik dengan pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Lalola Easter menyebut dalam kasus Djoko Tjandra yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari vonis yang diberikan masih jauh dari ideal. Jaksa Pinangki sendiri sebelumnya divonis empat tahun setelah menerima keringanan hukuman melalui tingkat banding di pengadilan tingkat pertama. Pinangki divonis hukuman sepuluh tahun penjara dalam kasus suap buronan Djoko Tjandra, tetapi kemudian dipotong menjadi empat tahun.

"Dalam persidangan banyak sekali kesaksian yang dianulir dan tidak ditindak lanjuti sebagai upaya untuk pendalaman kasus ini. Padahal ada dugaan kuat bahwa Jaksa Pinangki tentu tidak bekerja sendiri," ujar Lalola.

Pada paparannya Laola kemudian menyampaikan poin kedua yaitu mengenai wacana remisi bagi koruptor. Dalam poin ini Laola menjadikan wacana untuk melonggarkan syarat pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi oleh Otto Cornelis Kaligis sebagai contoh. Laola khawatir hal tersebut akan berdampak pada semakin luasnya penafsiran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Lebih lanjut Laola menyampaikan bahwa Presiden memiliki peran penting dalam menjaga agar semangat dalam PP Nomor 99 tahun 2012 tidak dicederai. Hal itu karena publik sudah sangat familiar betapa narapidana kasus korupsi dapat bergerak dengan leluasa bahkan ketika mereka berada dalam lapas.

Halaman:
Reporter: Nuhansa Mikrefin
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...