Banderol Tes PCR di Atas Rp 275 Ribu - 300 Ribu, Izin Faskes Dicabut
Pemerintah mengancam akan menutup fasilitas kesehatan yang tidak mematuhi batas atas tarif tes polymerase chain reaction (PCR) sebesar Rp 275.000 yang sudah resmi ditetapkan.
Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir mengatakan, fasilitas kesehatan yang tidak mematuhi batas harga terbaru bisa dikenakan sanksi pencabutan izin operasional.
Namun, ia memastikan sanksi tersebut merupakan opsi terakhir. Dinas Kesehatan kabupaten/kota akan terlebih dahulu melakukan pembinaan, teguran lisan, dan teguran tertulis.
"Bila ternyata pembinaan itu kami gagal memaksa mereka untuk mengikuti tarif kami, maka sanksi terakhir bisa penutupan laboratorium dan pencabutan izin operasional," kata Abdul dalam konferensi pers daring, Rabu (27/10).
Menurutnya, sanksi tersebut akan dilakukan oleh Dinas Kesehatan setempat. Sebagaimana diketahui, batas harga tertinggi tes PCR di wilayah Jawa dan Bali ditetapkan sebesar Rp 275.000. Sedangkan, harga tes PCR luar Jawa dan Bali Rp 300.000.
Abdul menambahkan, harga itu menjadi patokan tarif tertinggi. Ini artinya, tidak dibenarkan fasilitas kesehatan membanderol harga di atas ketentuan tersebut dengan dalih pengeluaran hasil tes yang lebih cepat.
Selain itu, pemerintah juga mengatur durasi diterbitkannya hasil tes maksimal 1x24 jam setelah sampel diambil.
Ia mengatakan, evaluasi harga dilakukan dengan memperhitungkan biaya pengambilan sampel, pemeriksaan tes PCR, jasa pelayanan SDM, harga reagen atau bahan habis pakai (BHP), overhead, dan biaya lainnya. Selain itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan telah melakukan investigasi di lapangan terkait ketersediaan BHP di pasar Indonesia.
"Sehingga tidak ada alasan rumah sakit dan fasilitas kesehatan tidak melakukan pemeriksaan PCR," ujar dia.
Sementara itu, tenaga medis mengkhawatirkan penurunan harga PCR akan menyebabkan kualitas ten menurun. "Karena biaya operasional akan mepet sekali," kata Ketua Persatuan Dokter Spesialis Patologi Klinik Aryati kepada Katadata.co.id, Rabu (27/10).
Reagen merupakan salah satu komponen terbesar dalam penentuan harga tes PCR. Aryati mengatakan, reagen dan alat yang digunakan oleh setiap lab berbeda jenis.
Ada dua sistem pengerjaan PCR, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka dapat menggunakan reagen mana saja, tidak perlu berasal dari produk yang sama dengan alat ekstraksi maupun alat PCR.
Namun, sistem terbuka dikerjakan secara manual, membutuhkan waktu yang lama, serta perlu ketelitian yang tinggi. Adapun sistem tertutup harus menggunakan reagen dari produk yang sama dengan alat ekstraksi maupun alat PCR. Sistem ini bekerja secara otomatis serta waktu pengerjaannya lebih singkat.
Dengan demikian, sistem terbuka lebih murah dibandingkan dengan sistem tertutup. Namun, sistem terbuka tetap memerlukan biaya pemeriksaan yang tidak murah.
Aryati menyebut alat tes yang berkualitas baik, harganya lebih mahal. "Ada beberapa merk bagus berkualitas. Namun dengan harga tes PCR Rp 495.000 pun, belum bisa (mendapatkan merk berkualitas)," ujar dia.