Dari Bui ke Bui: Jatuh Bangun Anwar Ibrahim Sampai Jadi PM Malaysia
Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Perdana Menteri Malaysia Yang Mulia Dat' Seri Anwar Ibrahim pada Senin (9/1). Ini merupakan pertemuan bilateral pertama di 2023 yang digelar di Istana Bogor.
Sejak pertama dilantik pada 24 November lalu, ini adalah lawatan perdana Anwar ke Indonesia. Dalam pertemuan ini, kedua kepala negara akan membahas masalah ketenagakerjaan, diskriminasi minyak sawit, hingga investasi Malaysia di Ibu Kota Negara Nusantara.
“Saya mengharapkan lawatan ini akan dapat memperkukuhkan lagi hubungan kedua negara, di samping meneroka peluang kerjasama baharu menerusi perbincangan bersama Presiden Joko Widodo, Insya Allah," kata Anwar.
Masuk Penjara di Usia 27
Lelaki kelahiran Cherok Tok Kun, Penang, 10 Agustus 1947 ini sudah akrab dunia politik sejak masa kanak-kanak. Ayahnya adalah seorang pelayan rumah sakit yang masuk ke dunia politik dengan menjadi anggota parlemen UMNO pada 1959. Ibunya, Che Yan Hamid Hussein, pun aktif di organisasi Pergerakan Wanita UMNO.
Adapun United Malays National Organisation alias Organisasi Kebangsaan Melayu Bersatu adalah partai politik nasionalis sayap kanan Malaysia.
Kiprah politik Anwar Ibrahim dimulai sejak ia menjadi mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Malaya sejak 1960-an. Pada 1971, ia mendirikan Gerakan Pemuda Muslim Malaysia dan menjadi presiden organisasi ini hingga 1982.
Di sinilah ia aktif menyuarakan tuntutan rakyat, termasuk salah satu yang menjadi tonggak politiknya: demonstrasi penyadap karet di daerah Baling pada 1974. Karena aksi itu, ia ditahan hingga hampir dua tahun lamanya. Kala itu usianya masih 27 tahun.
Peristiwa tersebut benar-benar mencorak sebahagian besar politik saya tatkala saya pada saat itu masih seorang mahasiswa, dan saya percaya orang muda itu mesti di depan menjadi jurubicara umat.— Anwar Ibrahim (@anwaribrahim) February 20, 2022
Dekat Dengan Mahathir Mohamad
Hampir sepuluh tahun pasca Demonstrasi Baling, Anwar mengikuti jejak kedua orangtuanya. Tepat pada 1982, ia bergabung dengan UMNO. Kala itu, UMNO dipimpin oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.
Setahun bergabung dengan UMNO, PM Mahathir menunjuknya sebagai Menteri Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga. Kemudian pada 1984, ia menjadi Menteri Pertanian, pada 1986 menjadi Menteri Keuangan, dan pada 1991 menjadi Menteri Keuangan. Puncaknya, ia menjadi wakil PM pada 1993.
Posisi strategis mendampingi Mahathir Mohamad ini justru menimbulkan keretakan di antara keduanya. Tepatnya pada 1997, Negeri Jiran dilanda krisis ekonomi. Anwar ingin agar negaranya memperoleh bantuan dari IMF, sementara Mahathir sebaliknya. Bersamaan dengan itu, Anwar secara kritis menyuarakan reformasi atas praktik korupsi dan nepotisme di UMNO dan pemerintahan Mahathir.
Ia pun dipecat secara tidak hormat dari UMNO atas tuduhan korupsi dan pelecehan seksual pada 1998. Padahal, Anwar sedang menyiapkan langkah untuk maju sebagai calon Perdana Menteri.
Anwar pun kemudian divonis 15 tahun penjara. Namun pada 2 September 2004, ia dibebaskan dari penjara atas restu Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi, pengganti Mahathir Mohamad.
Tapi kasus pelecehan seksual itu tidak berhenti sampai 2004. Empat tahun kemudian, ia kembali tersandung kasus sodomi. Ia menjalani sidang selama dua tahun kemudian dinyatakan tidak bersalah pada awal 2012. Kasus ini kembali diangkat pada 2014 dan setahun kemudian, ia dijatuhi vonis lima tahun penjara.
Anwar kembali masuk ke ranah politik setelah menerima grasi kerajaan. Pada Pemilu Parlemen 2018, ia berhasil merebut kursi dengan 71% dari total suara. Anwar pun membuat kesepakatan menggantikan Mahathir setelah dua tahun menjabat. Sayangnya, koalisi pecah pada 2020 karena Mahathir mengundurkan diri, sehingga Anwar kembali menjadi pemimpin oposisi.
Meski janji Mahathir tidak dipenuhi, Anwar Ibrahim naik menjadi Perdana Menteri Malaysia menggantikan Ismail Sabri. Ia ditunjuk langsung oleh Raja Malaysia, Al-Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah.