Uni Eropa Tegaskan Aturan AntiDeforestasi Bukan Hambatan Dagang
Uni Eropa menegaskan aturan anti-deforestasi untuk sejumlah komoditas seperti sawit dan kedelai bukan hambatan dagang.
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket mengatakan peraturan tentang deforestasi dan degradasi hutan ini berlaku baku semua komoditas yang masuk ke wilayahnya tanpa terkecuali. Adapun komoditas yang jadi prioritas antara lain; kedelai, minyak sawit, kayu, daging sapi, kakao, karet, kopi, dan beberapa produk turunan seperti kulit, cokelat, dan furnitur.
“Cakupan komoditas ini dapat diperluas dari waktu ke waktu,” ujarnya, Selasa (31/1).
Piket menjamin tidak ada diskriminasi dalam aturan ini. Produk yang diproduksi di wilayah Uni Eropa dan yang diimpor akan diwajibkan memenuhi sertifikasi uji tuntas anti deforestasi mulai 31 Desember 2020. Adapun jika deforestasi terjadi dalam waktu sebelumnya, maka tidak perlu melampirkan sertifikasi uji tuntas.
Konselor Pertama Urusan Lingkungan Uni Eropa, Henriette Faergemann mengatakan Indonesia sebetulnya punya keunggulan terutama untuk produk kayu. Ini karena Indonesia sudah memiliki sistem legalitas kayu Forest Law Enforcement, Governance and Trade in Timber Products (FLEGT). Ini merupakan lisensi sertifikasi kayu berkelanjutan untuk mengekspor produk kayu Indonesia ke Uni Eropa. Indonesia telah memperoleh lisensi ini sejak 2016.
“Kami akan menerbitkan panduan yang jelas bagi perusahaan untuk sertifikasi uji tuntas,” ujarnya.
Aturan deforestasi dan degradasi hutan akan diberlakukan mulai Mei-Juni 2023. Namun, regulasi ini baru akan mulai efektif pada Desember 2024 untuk perusahaan dan Juni 2025 untuk UMKM.
Sebelumnya, Sekjend Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan para pengekspor masih mengandalkan program sertifikasi keberlanjutan seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Ini bisa menjadi persiapan untuk mematuhi regulasi antideforestasi UE.
“Ya kemungkinan akan berdampak [ke daya saing] kalau nanti macam-macam kriteria lagi yang mesti dipenuhi,” kata Eddy kepada Katadata pada Kamis (22/12/2022). “Makanya kita berharap bersama pemerintah memperjuangkan ini, jangan sampai ekspor kita benar-benar terganggu.”
Minyak sawit memang menjadi komoditas Indonesia yang paling banyak masuk ke Uni Eropa. Porsinya bisa mencapai 83,3% dari seluruh komoditas lainnya. Selain itu, ada juga produk kayu (8,4%), karet (6,5%), kopi (1,3%), kakao (0,5%), kedelai (0,1%), dan daging sapi (0,1%).