Platform Kesehatan Kami Sudah Siap Ketika Pandemi Datang

Rezza Aji Pratama
13 Maret 2022, 10:00
Jonathan Sudharta Halodoc
Katadata
pandemi

Ketika Halodoc pertama kali diluncurkan pada April 2016, pasar belum terlalu mengenal istilah telemedisin. Pemerintah juga belum mengatur soal ketentuan industri digitalisasi kesehatan ini. Pada masa-masa awal ini, Halodoc berjuang keras mengedukasi pasar untuk memperkenalkan ranah baru digitalisasi pelayanan kesehatan.

CEO Halodoc Jonathan Sudharta bercerita, saat pekan-pekan awal diluncurkan, rating Halodoc terbilang jeblok di Playstore. Sebabnya, pasien yang ingin berkonsultasi harus menunggu berjam-jam bahkan hingga keesokan harinya untuk mendapatkan jawaban dari dokter. “Memang waktu awal itu produk kami masih jelek,” kata Jonathan saat berbincang dengan Katadata.

Seiring berjalannya waktu, Halodoc memperbaiki sistem pelayanannya hingga memenuhi kebutuhan pasien secara real time. Ini membuat rating Halodoc membaik dan kian disukai pelanggan. Jonathan bercerita masa-masa empat tahun sebelum pandemi dimanfaatkan Halodoc untuk membangun dan memperbaiki sistem. Ketika pandemi tiba di Indonesia, Halodoc sudah sangat siap melayani pasien.

Selama dua tahun terakhir, Halodoc telah melewati masa-masa sulit dalam membantu menangani pagebluk. Kepada Katadata, Jonathan menceritakan pengalaman timnya saat berjibaku dengan makelar masker saat awal pandemi, bekerja keras melayani rapid test antibodi, hingga mendistribusikan oksigen ke rumah sakit.

Bagaimana cerita selengkapnya? Simak wawancara CEO Halodoc Jonathan Sudharta berikut ini:

Bagaimana perkembangan bisnis telemedik Halodoc sebelum dan sesudah pandemi Covid-19?

Sebelum bicara perkembangan, kita juga harus mengerti konteks. Halodoc lahir pada April 2016 sebagai pendatang baru. Waktu kami memperkenalkan kata telemedisin saja orang bilang maksudnya apa? Jadi saat itu pasar belum mengerti mengenai telemedisin.

Dari April 2016 sampai dengan masa sebelum pandemi itu masa babat alas. Mimpi kami ingin memudahkan akses kesehatan dengan menghubungkan pasien ke provider seperti dokter, apotek, rumah sakit, maupun asuransi dengan satu aplikasi.

Saat kita presentasi ke Kementerian Kesehatan, mereka bilang pemerintah belum siap mengatur tapi ini adalah keniscayaan. Mereka minta kami jalan saja dulu, nanti membuat aturannya bersama-sama. Itu menurut saya sesuatu yang membangkitkan semangat.

Seiring waktu, kami bangun dulu ekosistem. Jadi Halodoc bukan dibangun ketika pandemi. Sebelum pandemi, kami sudah terkoneksi dengan 4.000 apotek, 2.000 rumah sakit, dan hampir 20.000 dokter. Cuma waktu itu kami masih edukasi pasarnya.

Waktu pandemi datang, yang terjadi katalisasi di mana seluruh pelaku ekosistem kesehatan dipaksa keadaan untuk mengenal telemedik. Nah, karena kami dalam posisi yang sudah sangat siap, tentu pertumbuhannya menjadi ribuan persen.

Aplikasi Halodoc
Aplikasi Halodoc (Google Play Store)
 

Bagaimana gambaran pertumbuhan pengguna Halodoc di tahun-tahun awal sebelum pandemi?

Saya masih ingat masa pertama waktu kami launching pada April 2016. Beberapa bulan pertama itu rating Halodoc cuma 1,9 bintang. Sampai Agustus 2016 kami dapatnya cacian dan makian. Kenapa? Karena produknya masih jelek.

Fase pertama banget enggak ada yang pakai karena setiap orang pakai malah jadi bete. Sampai-sampai Chief Marketing Officer kami bilang enggak usah di-marketing-in deh. Semakin banyak yang tahu semakin banyak yang komplain.

Bagaimana solusinya?

Dari situ kami belajar apa masalah yang harus diselesaikan. Akhirnya sadar, the first problem that we need to solve is the problem of anxiety. Orang kalau konsultasi dengan dokter, mereka itu mau detik itu juga dijawab. That was the first problem that we realized that we did not do.

Waktu di awal, pasien bertanya tapi dokternya baru jawab besok. Giliran dokternya nungguin, pasien enggak ada yang datang. Maka kami buatlah yang namanya virtual chatroom. Sekarang kalau konsultasi dokternya akan jawab dalam 15 detik. Setelah berhasil menyelesaikan masalah itu, rating Halodoc langsung naik jadi empat bintang dalam seminggu.

Itu fase kedua dari masa edukasi sebelum pandemi. Kami mulai dari yang kecil. Di tahun 2016-2018 itu pengguna kami masih kecil tapi tumbuhnya sudah berkali-kali lipat. Waktu masuk 2019 mulai membesar sebelum akhirnya datang Covid-19.

Seberapa siap Halodoc saat pandemi datang? Apakah masih ada gagap untuk menangani pasien?

Jujur kami sudah sangat siap. Waktu Covid-19 itu masuk ke Indonesia di awal Maret 2020, kami langsung memberikan pelatihan kepada 8.000 dokter. Kami undang pembicara dari Cina dan Inggris untuk mempelajari Covid-19, bagaimana menanganinya. Setelah itu setiap minggu dokter kami bertambah kira-kira 500 orang. Jadi secara platform kami sudah sangat siap.

Apa peran Halodoc di masa-masa awal pandemi?

Sebelum pandemi kami sudah bangun platform appointment system yang membuat kami dipercaya Kementerian Kesehatan untuk appointment tes dan vaksin. Mulai dari era rapid test antibodi, PCR, antigen, sampai vaksinasi. Ekosistem Halodoc sudah siap termasuk pola pembayarannya. Kami juga sudah terkoneksi dengan 20 asuransi dan ribuan perusahaan.

Apakah ada penyesuaian-penyesuaian saat pandemi datang?

Kami memang beruntung punya waktu membangun Halodoc selama 4-5 tahun sebelum pandemi. Ketika pandemi datang, kami cuma melakukan penyesuaian-penyesuaian kecil saja. Misalnya, yang tadinya menangani segala jenis penyakit, kini fokus di Covid-19. Atau yang tadinya fokus penghantaran obat dari rumah sakit, sekarang fokusnya dari apotek karena petugas rumah sakit fokus menangani pasien Covid-19.

Bagaimana suasana di Halodoc saat awal-awal pandemi?

Suasana awal sampai suasana sekarang masih mirip, jumpalitan setiap hari. Seiring dengan kenaikan pengguna yang signifikan, kami harus memastikan agar orang di belakangnya jangan sampai kelimpungan. Misalnya, jangan sampai jumlah dokternya tidak cukup.

Walaupun kami sudah tersambung dengan dokter, kan enggak semua dokter 24 jam aktif. Jangan sampai ada shift atau waktu tertentu yang penggunanya 1000 orang, dokternya cuma lima. Jadi mesti cukup jumlah dokternya di jam yang sama. Jangan salah, di dunia telemedisin ini jamnya beda loh.

Beda bagaimana?

Begini, menurut Anda kapan jam sibuk di telemedisin? Kalau di kami jam sibuk itu di jam 12 siang, jam 12 malam, dan jam empat sampai lima pagi. Banyak orang setelah salat subuh itu mereka berkonsultasi dengan dokter, jam-jam yang kami harus memastikan agar dokter terpenuhi. Itu insight yang sangat menarik.

Jadi boleh dibilang kami jumpalitan di awal karena enggak sadar kebutuhan orang di jam empat pagi ini besar. Selain itu, di era Covid-19, kami sempat enggak sadar kebutuhan telepsikiatri itu besar, tiba-tiba meledak aja.

Seberapa signifikan pertumbuhan Halodoc saat pandemi?

Tahun lalu kami tumbuh puluhan kali lipat. Nah tapi itu, yang saya bilang penting untuk mengerti konteksnya bahwa di masa sebelum pandemi, yang terjadi adalah masa market education.

Berapa banyak jumlah pengguna aktif Halodoc saat ini?

Kalau active user sekitar 20 juta-an

Kalau tim Halodoc keseluruhan berapa, Pak?

Kurang lebih 1.000 orang

Itu ada yang di daerah juga atau hanya yang di Jakarta?

Tentu di daerah juga, karena kami juga banyak membantu vaksinasi, membantu tes di daerah-daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan lain-lain.

Bagaimana peran Halodoc saat ini?

Ada beberapa kategori. Nomor satu kami terlibat banyak di telemedisin itu sendiri. Baik telemedisin langsung ke pasien maupun yang mendukung pemerintah. Beberapa hari terakhir pasien positif Covid-19 mencapai 60.000 orang, itu 35 % di antaranya ditangani oleh telemedisin. Dari 35 % itu, porsi Halodoc sekitar 90 %. Selain itu, ada pasien yang akses kami tanpa ada hubungan sama pemerintah.

Kami terlibat juga dalam testing maupun tracing. Di Halodoc, kami bekerja sama dengan aplikasi PeduliLindungi. Kalau mereka testing atau appointment-nya dari Halodoc, automatically hasilnya tersambung dengan PeduliLindungi.

Kami juga sangat terlibat di bagian vaksinasi. Kami yang pertama melaksanakan vaksinasi drive-thru dengan total hampir satu juta orang yang divaksinasi. Tentu dibandingkan dengan jumlah rakyat di Indonesia angka itu kecil. Tapi kalau dibandingkan pelaku swasta, mungkin kami yang paling besar.

Saat puncak varian Delta, kami juga terlibat dalam upaya memudahkan akses oksigen. Kami terlibat dalam di inisiatif Rumah Oksigen bersama Kadin dan GoTo. Selain itu kami juga terlibat untuk distribusi oksigen konsentrator dan oksigen generator.

Ketersediaan Oksigen
Ketersediaan Oksigen (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.)
 

Soal distribusi oksigen itu bagaimana mekanismenya?

Saat itu rekan-rekan startup membuat inisiatif Oxygen For Indonesia bersama dengan figur publik seperti Atta Halilintar dan Ariel Noah. Fundraising waktu itu bisa dapat lebih dari Rp 90 miliar untuk membeli oksigen konsentrator dan generator. Tugas Halodoc mengantarkan kepada rumah sakit-rumah sakit di kota kedua dan kota ketiga.

Apa tantangannya saat terlibat di distribusi oksigen?

Mengantar oksigen ke rumah sakit itu bukan cuma soal logistiknya. Tapi tahu siapa orang yang tepat untuk diajak bicara itu tantangan lain. Ada kejadian berapa kali waktu mereka sudah kirim, rumah sakit enggak berani terima oksigennya karena merasa tidak pesan. Banyak orang yang enggak percaya bahwa ini gratis.

Di situ peran Halodoc karena kebetulan kami juga sudah berhubungan dengan mereka. Jadi kami yang menjelaskan ke direkturnya, ke bagian logistiknya, bahwa ini sumbangan dari kegiatan Oxygen For Indonesia.

Apa yang terjadi ketika kasus Covid-19 melonjak tinggi?

Waktu testing tiba-tiba melonjak, ada momen ketika sistem kami belum sepenuhnya otomatis. Jadi tim kerja full sampai 24 jam baik yang di lapangan maupun di kantor untuk mengurus administrasi dan pembukuan. Kalau sekarang sudah sepenuhnya otomatis.

Luar biasa, itu waktu varian Delta ya pak?

Varian delta yang paling berat. Karena lompatannya kan luar biasa. Tapi justru ombak pertama itu waktu kebutuhan masker meningkat. Halodoc saat itu pegang masker tapi kami enggak mau jual dengan harga mahal. Jadi kami mati-matian harus berani cancel order orang kalau ternyata yang beli pedagang.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...