- Kerajaan bisnis Yusuf Mansur mulai tersendat sejak 2016 ketika Paytren menutup sejumlah anak usahanya, termasuk media dakwah YMTV.
- Sejumlah eks karyawan Paytren mengaku masih belum menerima gaji dan tunjangan hari raya (THR) hingga saat ini, di tengah ambisi Yusuf Mansur membesarkan perusahaannya.
- Sebanyak 14 orang mantan pegawai Paytren menggugat perundingan bipartit dengan Paytren untuk menyelesaikan persoalan tunggakan hak karyawan yang masih ditahan perusahaan.
Tepat tiga hari sebelum video ‘Rp 1 triliun’ Yusuf Mansur viral di media sosial, Zaini Mustofa melayangkan sepucuk surat ke kantor pusat PT Veritra Sentosa Internasional (Paytren) di Bandung.
Zaini, seorang pengacara sekaligus korban investasi Paytren, mewakili 14 orang eks pegawai Paytren yang menuntut hak gaji dan pesangon dari perusahaan. Sebagai langkah awal, mereka meminta perundingan bipartit untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.
“Surat sudah kami kirim tanggal 5 April 2022,” kata Zaini, saat dihubungi Katadata, Kamis (14/4).
Perundingan sedianya digelar pada Rabu (13/4) di kantor firma hukum milik Zaini di Kota Wisata Cibubur. Namun, tidak ada respons dari Paytren sejak surat dilayangkan. Saat Hari H, tamu yang diundang tidak kunjung datang. Pihak Paytren mangkir dari perundingan bipartit tersebut.
Zaini menuturkan pihaknya akan kembali mengundang Paytren pada 20 April mendatang. Jika pihak perusahaan tetap tidak datang, ia akan menuntut perundingan Tripartit dengan Dinas Ketenagakerjaan Kota Bandung.
Zaini bercerita 14 orang karyawan yang ia wakili punya keluhan serupa. Sebagian besar dari mereka sudah tidak digaji selama berbulan-bulan. Sementara beberapa lainnya mengaku di-PHK tetapi tidak mendapatkan pesangon.
“Saya belum bisa mengungkap berapa jumlahnya [kerugian] karena masih berproses,” kata Zaini.
Katadata sudah mencoba menghubungi pihak Paytren untuk meminta konfirmasi. Pesan singkat kepada Indrie Sg, Corporate Secretary Paytren, tidak berbalas. Sementara itu, Direktur Utama Paytren Aset Manajemen Ayu Widuri mengaku tidak punya kewenangan atas persoalan tersebut.
“Saya tidak mempunyai informasi tentang hal ini,” kata Ayu saat dihubungi Katadata.
Menunggak Gaji dan THR
Safitri, bukan nama sebenarnya, tidak habis pikir ketika Yusuf Mansur membeli 10% saham klub sepak bola Lechia Gdansk senilai Rp 41 miliar pada December 2018 silam. Safitri yang telah bekerja untuk Yusuf Mansur sejak 2014 merasa keputusan Yusuf ini tidak berdasarkan pertimbangan bisnis yang matang.
“Waktu itu saya merasa keuangan perusahaan sudah jelek. THR sudah tidak dibayar,” kata Safitri saat berbincang dengan Katadata.
Sumber Katadata bercerita keputusan investasi itu sempat jadi kasak-kusuk di antara karyawan. Beberapa orang sempat menanyakan langsung alasan Yusuf Mansur membeli klub tersebut.
“Saya dengar beliau beli saham klub [Lechia Gdansk] karena anaknya suka,” kata Sumber tersebut.
Safitri yang mencium aroma ada yang tidak beres lantas memutuskan keluar dari Paytren. “Saya dengar setelah itu gaji teman-teman yang bertahan jadi tersendat-sendat,” katanya.
Cerita soal macetnya bisnis Yusuf Mansur sejatinya sudah terjadi sekitar dua tahun sebelumnya. Pada 2016, Paytren menutup beberapa anak usahanya sekaligus. Salah satunya adalah media dakwah dengan brand ‘Yusuf Mansur TV’ (YMTV). Kala itu, karyawan diberikan dua opsi; pindah ke kantor pusat Paytren di Bandung atau keluar dengan sukarela.
Ketika dibangun pada Maret 2014, YMTV sejatinya melejit dengan cepat. Perusahaan ini memproduksi konten-konten dakwah dengan menjadikan Yusuf Mansur sebagai talent utama. Bisnis berjalan mulus pada awalnya. Perusahaan TV swasta mengantre untuk bekerja sama karena tertarik dengan popularitas Sang Pendakwah.
Peruntungan berubah seketika sejak awal 2016. Yusuf Mansur yang jadi talent utama tiba-tiba enggan melanjutkan perannya. “Saya mau fokus ngembangin Paytren,” kata Sumber Katadata, menirukan ucapan Yusuf Mansur kala itu.
Keputusan itu terbukti menjadi boomerang. Kehilangan sosok Yusuf Mansur yang menjadi wajah YMTV membuat perusahaan televisi swasta enggan melanjutkan kontrak. Pendapatan anjlok signifikan hingga gaji dan tunjangan hari raya (THR) karyawan tidak terbayarkan.
Salah seorang eks pegawai YMTV bercerita kala itu pihak Yusuf Mansur terkesan lepas tangan. Guna melanjutkan nafas perusahaan, para pegawai beralih tugas dari produksi konten menjadi berjualan madu. Mereka terpaksa mencari distributor madu sendiri, menimbang, sampai menempel label dengan brand ‘Madu YM’.
“Jadi kami dari perusahaan konten dakwah berubah menjadi distributor madu,” katanya.
Sekeras apapun upaya menyelamatkan YMTV, riwayat production house konten dakwah itu akhirnya tamat juga. Pada pertengahan 2016, YMTV dibubarkan dan sebagian pegawainya diboyong ke Bandung. Para eks pegawai ini ditempatkan di divisi khusus bernama Paytren TV untuk memproduksi konten pendukung bisnis perusahaan. Divisi yang akhirnya juga cuma seumur jagung beroperasi.
Kendati sudah pindah ke Bandung, kondisi keuangan tidak kunjung membaik setidaknya bagi sebagian karyawan. Safitri bercerita pada periode 2018 itu perusahaan sudah menunggak gaji dan THR sejumlah pegawainya. Jadi ketika Yusuf Mansur menggelontorkan Rp 41 miliar untuk membeli saham klub sepak bola nun jauh di Polandia, karyawan seperti Safitri merasa janggal.
Para karyawan yang tidak dipenuhi haknya oleh Yusuf Mansur ini bukan tanpa upaya menuntut gaji dan THR yang tertunggak. Safitri mengaku sudah sering menanyakan langsung kepada Yusuf Mansur sendiri sampai ke asisten dan pihak keluarganya. Namun, tidak ada kejelasan sampai sekarang.
“Saking seringnya saya tanya sampai nomor saya diblokir oleh asisten dan istri beliau,” cerita Safitri.
Safitri mengaku tidak termasuk 14 orang yang menggugat perundingan bipartit dengan Paytren yang diwakili Zaini Mustofa. Namun menurutnya, ada banyak karyawan lain yang senasib dengan dirinya.
Katadata lagi-lagi sudah mencoba menghubungi pihak Paytren. Namun, hingga berita ini diturunkan tidak ada tanggapan dari perusahaan.
Ajakan Investasi
Bola panas muncul di hadapan Yusuf Mansur pada 10 Desember 2021. Sebanyak 12 orang investor proyek Hotel Siti menggugat Yusuf Mansur atas tudingan wanprestasi di Pengadilan Negeri Tangerang. Total nilai gugatannya mencapai Rp 785,3 juta.
Hotel Siti, yang berlokasi di Jalan Moh. Toha Kota Tangerang, itu awalnya jadi salah satu portofolio kebanggaan Yusuf Mansur. Ia menyebutnya sebagai ‘hotel rakyat’.
“Sebab sahamnya rame-rame,” kata Yusuf Mansur dalam beberapa kesempatan.
Yusuf Mansur sebagai penggagas proyek memang mengandalkan dana umat untuk membangun Hotel Siti. Mula-mula ia menginisiasi gerakan ‘Patungan Usaha’ untuk merayu umat ikut berinvestasi mendanai pembangunan hotel tersebut. Belakangan, gerakan ini diresmikan di bawah bendera Koperasi Indonesia Berjamaah (Kopindo).
Kendati demikian, bukan cuma masyarakat umum yang menjadi menjadi sasaran. Yusuf Mansur juga mendorong karyawannya untuk berinvestasi di pembangunan hotel tersebut. Salah seorang eks karyawan Paytren bercerita ia pernah tiga kali menyetorkan uang untuk ikut gerakan patungan ini.
“Waktu itu sekali setor sekitar Rp 750.000,” katanya.
Bertahun-tahun berlalu sejak menyetorkan uang, ia mengaku tidak pernah menerima pengembalian investasi sepeserpun. Ia mengaku cuma mendapatkan bukti transfer tanpa ada kejelasan mengenai status saham yang ia tanamkan.
"Mau menuntut juga bingung ke mana. Apalagi jumlahnya juga tidak terlalu besar,” katanya kepada Katadata.
Sementara itu, menanggapi gugatan atas proyek Hotel Siti, Yusuf Mansur menyebut utang proyek senilai Rp 65 miliar sudah beres. Ia juga mengklaim investasi para investor juga sudah aman.
“Paling tinggal 5%,” kata Yusuf Mansur melalui laman Instagram miliknya, pertengahan Desember silam.
Yusuf juga sesumbar Hotel Siti bahkan sangat terbuka untuk melantai bursa. "Sekuat tenaga kami menjaga Hotel Siti dan mengembangkannya,” kata Yusuf Mansur.
Saat ini, Yusuf Mansur sedang menghadapi tiga gugatan sekaligus. Selain gugatan bipartit eks karyawan dan investasi Hotel Siti, sejumlah orang juga menggugat Yusuf Mansur terkait dengan investasi batu bara di Kalimantan Selatan.
Kuasa hukum gugatan bipartit, Zaini Mustofa, mengklaim menjadi korban investasi batu bara tersebut. Tidak tanggung-tanggung, Zaini melayangkan permintaan ganti rugi hingga Rp 98 triliun di kasus tersebut.
“Setelah saya gugat itu banyak orang yang menghubungi saya. Jadi beda kasus tetapi pelakunya sama,” kata Zaini.
Kini, para eks karyawan Paytren seperti Safitri cuma bisa berharap Yusuf Mansur mau berbaik hati menyelesaikan persoalan dengan mereka.
"Boro-boro pesangon. THR dulu deh, masih nyangkut nih," ujar salah seorang mantan karyawan Paytren.