Bukit Pemujaan yang berlokasi di Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan mulai mendapatkan tamu tak terduga di masa pandemi Covid-19. Sejak berlaku sekolah daring, puluhan pelajar mendatangi bukit itu untuk berburu sinyal. Kebanyakan dari mereka datang dari Batu Ampar atau Pipitak, dua desa di kaki bukit, yang sulit mengakses internet.

Farizal Arliandi jadi pengunjung tetap Bukit Pemujaan. Murid kelas XI SMKN 1 Tapin itu biasanya tiba di Bukit Pemujaan sekitar pukul 08.00 WITA dan baru pulang pukul 16.00 WITA. “Kalau pagi, semua hadir di sini. Lebih dari 20 orang hanya untuk absen, membuka materi, atau mengumpulkan tugas,” ujar Farizal seperti dilansir Antara.

Advertisement

Saking ramainya kunjungan, masyarakat setempat akhirnya membangun dua unit pondok sederhana di atas Bukit Pemujaan. Dengan begitu, pelajar bisa berteduh sembari mengerjakan tugas saat sekolah daring.

Menurut Camat Piani Arie Wijaya, wilayahnya memang masih terkendala akses internet. “Dari delapan desa, ada lima desa yang full blank spot. Tiga desa lainnya sebagian ada yang kena sinyal, tidak merata,” ujarnya. Blank spot merupakan area yang tidak ada sinyal telekomunikasi.

Cerita pelajar yang kesulitan mengakses internet saat sekolah daring bukan di Piani saja. Kisah serupa banyak terjadi di berbagai daerah seperti Magelang, Kepulauan Riau, hingga Agam, Sumatera Barat.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan saat ini masih ada 12.548 wilayah blank spot di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 3.345 wilayah bahkan ada di kawasan komersial. Sementara 9.113 lainnya di kawasan terluar, terdepan, dan tertinggal (3T).

Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Latif menegaskan pemerintah akan berfokus menyelesaikan pembangunan base transceiver receiver (BTS) untuk menyediakan akses internet kepada 12.548 kawasan blank spot pada akhir 2022. 

 “Sehingga 2023 ke atas kita berpikir bagaimana memanfaatkan internet secara positif untuk fungsinya, kontennya, lalu e-government mulai beroperasi di seluruh desa di Indonesia,” katanya, Desember silam.

Adu Cepat Operator Telekomunikasi Kembangkan 5G

Sementara di banyak daerah internet masih menjadi barang langka, operator telekomunikasi justru tengah membuka jalan menuju implementasi jaringan 5G. PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) menjadi operator 5G pertama setelah menerima Surat Keterangan Laik Operasi (SKLO) pada 24 Mei 2021. Tiga hari kemudian, Telkomsel resmi menjajakan jaringan 5G di enam wilayah di Jabodetabek.

Kendati baru resmi dikomersialkan pada pertengahan 2021, uji coba 5G sudah dimulai sejak empat tahun sebelumnya. Pada 29 Mei 2017, Telkomsel menggandeng Huawei untuk menggelar live demo 5G menggunakan frekuensi 70 GHz.

Teknologi 5G Telkomsel juga dipamerkan saat momen Asian Games 2018 di Palembang. Kala itu, 5G diterapkan di berbagai solusi seperti virtual reality, hingga autonomous electric vehicle. Setahun setelahnya, Telkomsel mengujicoba 5G di Batam. Kali ini, sektor industri menjadi sasaran implementasi 5G tersebut. 

Jalan menuju komersialisasi 5G mulai terbuka ketika Kominfo melelang frekuensi 2,3 GHz pada Maret 2021. Frekuensi ini dibagi menjadi tiga blok dengan lebar pita masing-masing 10 MHz. Telkomsel sukses memperoleh dua blok, sedangkan sisanya dimenangkan oleh PT Smartfren Telecom Tbk (Smartfren).

Dengan bekal frekuensi 2,3 GHz inilah Telkomsel akhirnya memberanikan diri memulai komersialisasi 5G di Indonesia pada pertengahan tahun lalu.

Telkomsel memang bukan pemain tunggal di teknologi 5G saat ini. PT Indosat Tbk juga resmi menawarkan 5G pada Juni 2021 silam. Jaringan super cepat ini tersedia di sejumlah titik di lima kota: Jakarta, Solo, Surabaya, Balikpapan, dan Makasar. Namun, berbeda dengan Telkomsel, Indosat justru menggunakan frekuensi 1,8 GHz untuk menggelar 5G miliknya. 

Sementara itu, meskipun sudah mengantongi SKLO sejak Agustus 2021, XL belum memulai komersialisasi 5G. Saat ini, XL baru menyediakan experience center di sejumlah kota bagi pelanggan yang ingin menjajal jaringan 5G.

Direktur & Chief Technology Officer XL Axiata I Gede Darmayusa menyebutkan perusahaan masih mempertimbangkan ketersediaan spektrum dan perangkat 5G sebelum memutuskan untuk menggelar komersialisasi jaringan super cepat itu. “Kalau handset 5G masih sangat kecil, kami belum akan men-deploy 5G,” katanya, Maret silam. 

Pemenang lelang frekuensi 2,3 GHz lainnya yakni Smartfren bahkan belum mengantongi SKLO 5G hingga saat ini. Smartfren sejatinya sudah mulai uji coba sejak 2019 silam. Namun baru pada kuartal I/2022 inilah perusahaan berencana mengajukan uji layak operasi (ULO) 5G.

LAYANAN HYPER 5G TELKOMSEL DI MANDALIKA
LAYANAN HYPER 5G TELKOMSEL DI MANDALIKA (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/nz)
 

Tulang Punggung Digitalisasi

Implementasi jaringan super cepat 5G, meskipun baru seumur jagung, digadang-gadang bisa menjadi jembatan menuju transformasi digital di Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan 5G sebagai game changer terhadap transformasi digital yang menjadi kunci pengembangan daya saing usaha. 

Kecepatan yang ditawarkan teknologi 5G memang membuka kemungkinan tak terbatas dalam transformasi digital. Saat ini kecepatan rata-rata 5G Telkomsel, misalnya, bisa di atas 500 Mbps. Bahkan saat menguji coba menggunakankan frekuensi 35 GHz di Mandalika, kecepatan 5G Telkomsel bisa tembus 5 Gbps. 

Saat meluncurkan 5G, Direktur Utama Telkomsel Setyanto Hantoro –posisinya saat ini sudah digantikan Hendri Mulja Syam– menyebutkan perusahaan akan memanfaatkan 5G untuk mendorong konektivitas, platform digital. Juga, serta pengembangan teknologi terkini seperti artificial intelligence, cloud computing, dan Internet of Things

Kendati sangat menjanjikan, adopsi jaringan 5G hingga mencapai skala komersial memang bukan pekerjaan mudah. Saat memamerkan 5G di ajang Moto GP di Mandalika pada Maret 2022, Direktur Network Telkomsel Nugroho menyebutkan pasar 5G perusahaan baru sekitar 2.000 pengguna. Ini tentu jumlah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan pelanggan Telkomsel yang mencapai 173,5 juta orang.

Menurut Nugroho, edukasi 5G masih butuh jalan panjang. Operator harus menyesuaikan dengan eksosistem seperti ketersediaan spektrum, perangkat, hingga kebutuhan pengguna. “Yang paling utama adalah kebutuhan dari user, ada enggak?” katanya. 

Hal senada diungkapkan oleh Smarfren. “[Masuk 5G] itu harus. Operator tidak boleh ketinggalan teknologi,” kata Direktur Utama Smartfren Merza Fachys, saat berbincang dengan Katadata.

Namun menurut Merza, 5G butuh sumber daya yang sangat besar. “Kalau mau jujur, secara resources hari ini belum ada yang siap. Terutama dari segi spektrum,” ia melanjutkan. 

Merza mengatakan, untuk mengejar cita-cita kecepatan 5G hingga 8 GB, membutuhkan spektrum selebar 400 MHz. Padahal, operator terbesar saat ini, yaitu Telkomsel, cuma memegang 155 MHz. “Itupun masih dibagi-bagi untuk 2G, 3G, dan 4G,” kata Merza. 

Dalam prediksinya, penggelaran 5G tidak akan dilakukan secara masif dan besar-besaran seperti saat operator memperkenalkan 3G atau 4G. Pasalnya, kebutuhan akses Internet saat ini sejatinya sudah bisa ditopang oleh 4G. Menurutnya, 5G diperuntukkan bagi aplikasi dengan kategori mission critical.

Salah satu yang masuk kategori ini yakni otomasi di industri manufaktur. Sejumlah perusahaan manufaktur mulai mengadopsi solusi aplikasi seperti IoT dan AI yang sangat membutuhkan kecepatan internet 5G.

Merza menilai, 5G nantinya digelar di titik-titik tertentu sesuai dengan kebutuhan industri. “Mau tidak mau nantinya memang IoT yang akan mendorong implementasi 5G. Jadi tidak perlu terburu-buru,” ujarnya.

 

Persaingan Ketat Bisnis Digital

Dengan 274 juta populasi, Indonesia telah menjelma menjadi kekuatan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Laporan e-Conomy SEA 2021 menyebutkan nilai ekonomi digital Indonesia mencapai US$ 70 miliar, jauh mengungguli negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Angka ini bahkan diprediksi naik dua kali menjadi US$ 146 miliar di 2025. 

Laporan itu juga mencatat, selama pandemi, Indonesia mencatatkan 21 juta konsumen digital baru. Dari jumlah tersebut, 72 % di antaranya datang dari luar area perkotaan. “Ini sinyal yang sangat positif bagi pertumbuhan penetrasi digital,” tulis para periset dalam laporan tersebut.

Kue bisnis yang sangat besar ini terutama didorong oleh sektor e-commerce, transportasi online, serta jasa pemesanan makanan. Namun, sektor lain juga mulai menunjukkan potensi besar untuk semakin bertumbuh.

Halaman:
Reporter: Rezza Aji Pratama
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement